A. Kaidah Hukum Dalam kasus hak paten sistem pembiayaan syariah antara Bank Syariah Mandiri (BSM) dan PT BRI Syariah (BRIS) pada tahun 2012.
Dalam hukum syariah, terdapat beberapa kaidah yang relevan. Pertama, kaidah la dharar wa la dhirar menekankan bahwa setiap transaksi tidak boleh merugikan pihak lain, sehingga penggunaan sistem paten BSM oleh BRIS tanpa izin dianggap merugikan. Kedua, kaidah al-amr bi al-ma'ruf wa al-nahy 'an al-munkar menyatakan bahwa tindakan yang melanggar hak paten adalah salah dan harus dicegah. Ketiga, kaidah al-ashlu fil mu'amalat al-ibahah menyiratkan bahwa aktivitas bisnis pada dasarnya diperbolehkan, kecuali jika ada larangan, sehingga penggunaan sistem paten tanpa izin melanggar hak kepemilikan.
Dari perspektif hukum positif, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten memberikan perlindungan eksklusif kepada pemegang paten dan pelanggarannya dapat dikenakan sanksi. Selain itu, Pasal 1365 KUHPerdata menegaskan bahwa setiap perbuatan melawan hukum yang menyebabkan kerugian pada pihak lain wajib memberikan ganti rugi. Terakhir, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 mengatur persaingan usaha yang sehat, di mana pelanggaran hak paten bisa merusak persaingan.
B. Norma hukum dalam kasus hak paten sistem pembiayaan syariah antara Bank Syariah Mandiri (BSM) dan PT BRI Syariah (BRIS) pada tahun 2012.
- Norma hukum syariah dalam kasus ini mencakup prinsip Hifz al-Mal, yang mengharuskan perlindungan hak kekayaan intelektual sebagai bagian dari harta yang harus dijaga. Norma Amanah menegaskan pentingnya kepercayaan dalam bisnis, dan pelanggaran hak paten oleh BRIS adalah pelanggaran amanah. Norma Keadilan menuntut keadilan dalam transaksi, dan penggunaan sistem tanpa izin melanggar prinsip ini. Norma Ghasb menyatakan bahwa penguasaan tanpa izin adalah tindakan terlarang, dan BRIS dianggap melakukan ghasb. Terakhir, Norma Tanggung Jawab mengharuskan BRIS menanggung kerugian yang ditimbulkan.
C. Aturan Hukum Dalam kasus hak paten sistem pembiayaan syariah antara Bank Syariah Mandiri (BSM) dan PT BRI Syariah (BRIS) pada tahun 2012.
- Aturan hukum ekonomi syariah menegaskan bahwa pelanggaran terhadap hak paten adalah pelanggaran terhadap perlindungan harta, Aturan Ghasb melarang penggunaan harta orang lain tanpa hak, dan aturan Akad dan Amanah mewajibkan setiap akad dilakukan secara jujur. Dalam hukum nasional, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten melindungi hak eksklusif pemegang paten, dan pelanggarannya dapat dikenakan sanksi pidana atau perdata. Selain itu, UU Hak Cipta relevan jika sistem melibatkan perangkat lunak, dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 mengatur persaingan usaha yang sehat menekankan pentingnya kompetisi yang sehat.
D. Aliran pemikiran hukum, yaitu positivisme hukum dan sociological jurisprudence, Dalam menganalisis kasus hak paten sistem pembiayaan syariah antara Bank Syariah Mandiri (BSM) dan PT BRI Syariah (BRIS) pada tahun 2012.
- Dalam menganalisis kasus ini, positivisme hukum akan menekankan penerapan hukum yang ketat, tanpa mempertimbangkan aspek sosial atau moral. Penerapan undang-undang yang ada menjadi fokus utama untuk menilai pelanggaran hak paten oleh BRIS. Di sisi lain, sociological jurisprudence menilai hukum dalam konteks sosial dan dampaknya bagi masyarakat. Aliran ini akan mempertimbangkan manfaat sosial dari penggunaan sistem oleh BRIS dan mungkin mendorong solusi yang lebih fleksibel, seperti lisensi terbuka atau kolaborasi antara bank.
Kesimpulan:
Kasus hak paten antara BSM dan BRIS menyoroti pentingnya memahami interaksi antara hukum syariah dan hukum positif dalam konteks ekonomi syariah. Pelanggaran hak paten oleh BRIS tidak hanya berdampak secara hukum, tetapi juga memiliki implikasi sosial yang lebih luas. Dalam menangani sengketa semacam ini, penting untuk mempertimbangkan kedua perspektif: penerapan hukum yang ketat serta dampak sosial dari tindakan hukum. Hal ini dapat menciptakan solusi yang seimbang, mendukung inovasi, dan menjaga keadilan dalam industri perbankan syariah di Indonesia.
Nama: Wulan Lailatun Nisak
NIM: 222111021
Kelas: HES 5A