Lihat ke Halaman Asli

Meng-Indonesiakan Idola Indonesia

Diperbarui: 28 Mei 2016   20:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Ada yang berbeda dalam perhelatan Indonesia Idol tahun ini. Sekarang sudah tidak ada lagi pesan-pesan khusus calon idola meminta dukungan kepada daerah asal, daerah tinggal dan daerah asal orang tuanya. Yang paling jelas adalah ketika Febri pertama kali tampil di panggung spektakuler 15 besar, sempat meneriakkan misinya untuk men-Tegal-kan Indonesia. Teriakan yang tidak pernah lagi kita dengarkan pada perhelatan-perhelatan berikutnya.

Kecurigaan saya yang paling utama adalah bahwa ini adalah misi dari RCTI dan beberapa pihak untuk mengedepankan ke-Indonesiaan dibanding kedaerahan dan etnisitas. Kalau ini yang terjadi, berarti ada agenda untuk menghilangkan semua sekat-sekat, yang dulu sampai Indonesian Idol 2010, selalu dibangun demi meraih sms sebanyak-banyaknya dari eksploitasi rasa bangga kesamaan identitas. Identitas seperti suku, daerah asal dan daerah tinggal, sekolah dan agama yang selalu dikedepankan oleh para calon idola tersebut dan pandangan para penyumbang sms dalam menentukan pilihannya. Belajar dari semakin pudarnya ke-Indonesiaan, dan meruncingnya ketegangan antar identitas, nampaknya RCTI sebagai penyelenggara acara tersebut, mungkin dengan masukan dari beberapa pihak dalam lingkup nasional, memasung semua unsur-unsur tadi dengan selalu mengedepankan ke-Indonesiaan.

Selain itu, fakta bahwa saat Febri meneriakkan misinya, justru pada saat itu dirinya terdepak. Hanya karena permainan RCTI dan dewan juri yang memberikan kepadanya kesempatan kedua yang membuatnya bisa tampil hingga lima besar Indonesian Idol 2012 ini, yang sejak itu tidak pernah lagi mengucapkan misinya tersebut. Apakah itu berarti ketika seseorang meneriakkan kedaerahannya maka itu berarti dia mengharapkan hanya orang dari daerah tersebut saja yang akan mendukungnya? Karena secara logika, mereka yang mengedepankan kedaerahannya di ranah nasional akan memicu ketidakterikatan pemilih-pemilih dari daerah yang lain, yang meskipun mungkin menyukai suara dan tampilannya, akan mengurungkan niatnya karena sang idola tersebut menekankan kedaerahannya. Ini berarti secara strategi, tidak menampilkan kedaerahan akan menangguk lebih banyak dukungan karena pilihan masyarakat kemudian tidak tersekat oleh faktor-faktor lain seperti identitas.

Jika kedaerahan berpengaruh, nampaknya tidak demikian dengan identitas kepercayaan. Ada perbedaan besar cara mengucap syukur antara pemeluk agama yang satu dengan yang lainnya. Dan ucapan-ucapan spontan dari Sean dan Regina saat dipuji para juri menunjukkan dengan jelas identitas kepercayaannya. Spontanitas yang menjadi masalah ketika mengedepankan ke-Indonesiaan dan betapa tegangnya persentuhan unsur identitas yang satu ini, bukan saja di Indonesia tapi juga di dunia, karena segala kacamata selalu lebih berat menggunakan kacamata dengan identitas ini ketika memahami rekayasa kejadian-kejadian dan hubungan-hubungan antar negara. Tetapi juga spontanitas yang adalah hak setiap orang, karena terkait dengan pengakuan bahwa ada Yang Lebih Besar dari sang calon idola yang patut menerima segala puji tersebut. Bahwa mereka hanya penyampai dan bukan pemilik yang perlu disampaikan kepada khalayak, yang bagi saya elok sekali diucapkan di dalam hati atau di dalam bilik sunyi terkunci dalam hubungan pribadi yang suci.

Sebenarnya apa yang ditunjukkan oleh RCTI lewat Indonesian Idol ini sudah sejak lama menjadi wejangan empu politik dunia, Prof Samuel Huntington ketika menuliskan tesisnya dalam buku The Clash of Civilizations and the Remaking of World Order, dimana pasca perang dingin usai, orang-orang akan memperkuat kembali pencarian akan identitasnya, menemukan etnisitasserta peradaban-peradaban yang mendasarinya dan memperkuatnya sedemikian sehingga akan timbul benturan-benturan di antara mereka. Dalam kasus Indonesia, benturan-benturan itu diperparah dengan jatuhnya Soeharto, yang menguapkan semua kekangan terhadap identitas-identitas agama dan etnisitas/kedaerahan, menimbulkan ketegangan antar identitas, melahirkan sikap saling mencurigai sesama anak bangsa dan benturan-benturan horizontal. Jika mematok hal-hal ini, maka seharusnya RCTI sejak dulu memberlakukan hal yang baru terjadi pada pagelaran tahun ini.

Indonesian Idol selayaknya pula selalu berusaha mengedepankan unsur hiburannya di mata penonton dan mengecilkan volume persaingan diantara pesertanya. Persaingan selalu menghasilkan pemenang dan semua orang ingin menjadi pemenang. Ketika semua orang ingin menjadi pemenang, pertarungannya hanya pada tataran soal banyaknya sms. Namun jika RCTI berhasil (mungkin suatu saat nanti) menjadikan tontonan ini semata hiburan, maka kualitas dan kemampuanlah yang akan selalu laku dicari dan dibeli, dimana orang-orang Indonesia akan dengan penuh syukur karena mendapatkan hiburan mau menyumbangkan uangnya menjadi sms untuk peserta yang paling menghibur mereka. Jika itu terjadi, maka sms terbanyak akan diberikan bukan karena kesamaan identitas dan semangat berkompetisi tetapi semata karena dialah sang idola.

Saya pribadi akan mengirim satu sms khusus buat Muhammad Ridho yang menciptakan dan membawakan lagu Ku Ingin Kita Lama Pacaran Di Sini (Neng neng nong neng) dan satu lagi buat Ahmad Dani yang membeli lagu tersebut, langsung di depan seluruh masyarakat yang menonton tayangannya. Pelajaran penting bahwa kreativitas mencipta anak bangsa harus dipancing dan cara terbaik untuk melakukannya adalah seperti yang ditunjukkan Ahmad Dani, yaitu dengan menghargainya.

Dan ketika saya menendangkan neng neng nong neng sambil mandi, saya merasakan ekstasi terhibur dan menjadi sangat tidak peduli apa dan siapa M. Ridho, identitasnya mengabur dan menghilang, karena karyanya telah berbicara dengan sangat lantang. Begitulah saya ingin mengapresiasi Sean dan Regina, calon idola yang menyandang kata Indonesia. [h@nsdw]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline