Lihat ke Halaman Asli

Labelisasi Halal Kantong Darah PMI

Diperbarui: 12 Maret 2016   14:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Ilustrasi : thinkstockphotos"][/caption]

Judul ini mungkin tujuan akhir dari komunitas Antivaks di Indonesia. Bagaimana tidak, jika hanya bersinggungan dengan Babi saja, maka haramlah semua produk turunannya. Bahkan ada yang mengatakan kalau antigen dari vaksin (bakteri atau virus) tersebut harus dicuci dulu dengan tanah, baru kemudian halal untuk digunakan. Eh, kek mana mau dicuci pake tanah bro? Ngeliat tuh antigen ajah pake mikroskop.

Dalam Islam ada istilah ghuluw (berlebih-lebihan atau melampaui batas) yang dilarang. Baik itu ghuluw dalam meremehkan ataupun terlalu semangat menjalankannya. Misalkan berlebihan dalam menjalankan ibadah sehingga tidak menikah atau terlalu permisif dengan riba dengan cara memiliki banyak kartu kredit buat pencitraan ke calon istri.

Kembali lagi ke soal komunitas Antivaks di Indonesia. Literatur yang dipakai oleh mereka adalah literatur baru. Berbeda dengan literatur mengenai vaksinasi pada umumnya yang telah ada sejak jaman Turki diperintah oleh kekaisaran Ottoman. Kenapa baru? Karena metode vaksin modern ditemukan lebih dulu baru kemudian diteliti "dampaknya".

Cerita-cerita kalau antigen vaksin diproduksi dengan cara yang kurang higienis menjadi salah satu momoknya. Antigen itu adalah penyakit yg dilemahkan. Tidak mungkin penyakit tumbuh di lingkungan steril. Apalagi kalau rajin mandi dan gosok gigi serta minun madu sehari sekali.

Setelah antigen tumbuh, perlu diberi pupuk atau katalis agar bisa segera digunakan. Contoh padi yang diberi pupuk kandang agar cepat besar. Kita gak mungkin menemukan kotoran hewan pada hasil akhirnya. Paling hanya sedikit kerikil atau kulit gabah. Tidak mungkin juga ditulis di setiap bungkus beras, "bersinggungan dengan taik sapi". Atau misalkan lele, gak ada kan di warung pecel lele ditulis tempat lele itu dibesarkan? Misalkan di septitank.

Jika ada katalis yang halal kenapa menggunakan yang haram? Sama halnya dengan pupuk, setiap tumbuhan memerlukan jenis pupuk yang berbeda. Setiap ciptaan tuhan pasti ada manfaatnya, bahkan alkohol yang haram digunakan juga sebagai disinfektan.

Was-was yang berlebihan ini kenapa hanya ada pada vaksin virus saja? Kalau mau adil yah semuanya. Konspirasi bahwa Yahudi ingin umat Islam dilemahkan juga bisa menjadi bumerang. Kalau semua umat Islam menolak terus ada wabah penyakit, umat Islam juga yang terkena dampaknya. Dan komunitas ini bukan melulu hanya terjadi di muslim saja, non muslim juga ada yang anti vaksin. Bahkan ahli teori anti vaksin kebanyakan dari kalangan non muslim. Bisa dilihatkan bahwa kalau teori konspirasi adalah jauh panggang dari api.

Selain bahan aktif atau antigen vaksin seperti ajuvan/tambahan, pelarut, stabilizer, pengawet, dan residu juga dipermasalahkan. Padahal dosisnya amat sangat kecil dan tidak dikonsumsi setiap hari. Ingat dulu ada iklan multivitamin mengenai kandungan madu yang cuma setetes. Woro-woronya madu kok cuman setetes.

Hal yang cuma setes kecil ini kemudian kita bandingkan dengan kegiatan donor darah yang berkantong-kantong. Di Indonesia yang memiliki keanekaragaman agama tentu menjadi masalah. Bayangkan jika ada non muslim yang memakan dan meminum barang haram lalu melakukan donor darah? Yang dimakan dan diminum bukan hanya sekali saja, tetapi mungkin setiap bulan. Darah yang disumbangkan juga bukan hanya hitungan miligram, tetapi sudah diatas itu.

Rata-rata usia sel darah merah adalah selama 120 hari atau empat bulan. Jika sekiranya ada non muslim yang ingin mendonorkan darahnya, apakah harus puasa makanan dan minuman haram dulu? Atau tetap mendonorkan darahnya namun diberi label untuk non muslim saja?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline