Lihat ke Halaman Asli

Dimsum Terakhir: Seksualitas Menggugat Lewat Sastra

Diperbarui: 5 Juni 2017   11:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dok: istimewa


“....Beri aku definisi normal. Apakah normal itu? Sesuatu yang tidak aneh? Hanya karena sebagian berperilaku demikian apakah itu langsung dicap normal? Dengarkan baik-baik, kamu tidak sakit jiwa. Homoseksualitas dan transeksual telah dihapuskan dalam kategori penyakit kejiwaan sejak tahun 1980-an...”  ujar Dharma (seorang wanita muda) kepada kekasihnya Rosi (Roni).

Penggalan kalimat diatas terdapat dalam novel “Dimsum Terakhir” karya Clara Ng, seorang penulis Indonesia keturunan Tionghoa.

Tidak seperti novel sejenis yang mengambil tema tentang kehidupan masyarakat keturunan Tionghoa Indonesia yang biasanya membahas isu politik, diskriminasi dan pribumi-nonpribumi, Dimsum Terakhir lebih berkisah tentang being part of a family dan menyentil isu seksualitas dan homoseksualitas dengan gaya bahasa gaul dan sangat pop.

Adalah kakak-beradik kembar empat: Siska, Indah, Rosi dan Novera yang terpaksa harus pulang dari perantauan masing-masing, kembali ke rumah untuk merawat ayah mereka yang sakit. Siska Yuanita si sulung yang berkarir cemerlang di Singapura, Indah Prati, penulis yang mempunyai hubungan dengan seorang pastor, Rosi yang merasa dirinya adalah seorang lelaki yang terjebak di dalam tubuh perempuan dan si bungsu Novera yang merasa bukan wanita sempurna karena tidak memiliki rahim.

Kondisi kesehatan ayah mereka, Nung Atasana (Tan Tjin Yun) yang menderita sakit serius dan tipis harapannya untuk sembuh, memaksa keempat bersaudara kembar ini bersama-sama lagi tinggal di rumah orang tua mereka seperti ketika mereka kecil dulu. Satu persatu konflik batin yang dihadapi keempat perempuan kembar ini perlahan-lahan terbuka satu sama lainnya, dan malah semakin menguatkan ikatan mereka yang selama ini sempat merenggang karena saling berjauhan, termasuk konflik batin Rosi.

Rosi (Roni) adalah kembar ke-tiga dari pasangan Anas dan Nung Atasana. Nung adalah Tionghoa perantauan (hokiau)generasi pertama yang lahir di Indonesia. Ayah Nung (kakek Rosi) berasal dari Propinsi Fujian, China, dia meninggalkan desanya untuk merantau ke Singapura tetapi kapal yang ditumpanginya malah berlabuh di Tanjung Priok.

Sejak kecil Rosi sudah merasa bahwa dirinya berbeda dengan ketiga kembaran perempuannya: Siska, Indah dan Novera, meski secara fisik dan secara hukum (baca: Akta Kelahiran), Rosi diidentifikasikan sebagai perempuan oleh lingkungan dan orang tuanya, Rosi merasanya dirinya adalah seratus persen lelaki tapi terjebak di dalam tubuh perempuan, dan fisiknya sebagai perempuan juga tidak tumbuh sempurna. Dadanya hampir rata, pinggulnya lurus seperti pinggul anak lelaki, wajahnya tampan, siklus bulannannya juga tidak teratur. Ini menimbulkan konflik batin bagi Rosi hampir seumur hidupnya, bahkan ketika usia SMP, Rosi sudah berniat mengakhiri hidupnya dengan menelan pil sakit kepala Bodrex tapi usahanya tersebut gagal dengan mulus dan sejak saat itu Rosi tidak pernah percaya lagi pada kegiatan extrakurikulerbunuh diri dan sebagai pelampiasan kemarahan atas kondisi dirinya, Rosi berkenalan dengan dunia malam; diskotik dan alkohol bersama teman-teman lelakinya.

Clara Ng meramu konflik batin Rosi tentang seksualitas dirinya dengan kalimat yang mampu mengaduk-aduk emosi pembaca, pilihan katanya sederhana tetapi informatif, lengkap dengan data-data empiris bahwa homoseksualitas sejak tahun 1980-an sudah dihapuskan dari daftar penyakit jiwa, dan juga bahwa homoseksualitas juga bisa terjadi akibat kekacauan genetika dan mutasi kromosom.

Terminologi dan Etimologi Homoseksualitas

Homoseksualitas adalah rasa ketertarikan romantis dan/atau seksual antara individu yang berjenis kelamin sama atau gender yang sama. Homoseksualitas adalah salah satu dari tiga kategori utama orientasi seksual, bersama dengan biseksualitas dan heteroseksualitas.

Sedangkan kata homoseksual berasal dari penggabungan bahasa Yunani dan Latin, yaitu homos[1] (artinya: sama) atau bisa diartikan sebagai tindakan seksual dan kasih sayang antara individu yang berjenis kelamin sama.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline