Lihat ke Halaman Asli

Ku antar Engkau Ke Pintu Gerbang (Surat untuk Presiden Indonesia ke-7 Bapak Ir.H.Joko Widodo)

Diperbarui: 18 Juni 2015   05:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1406134081676553446

Pak Jokowi, pagi ini [23/7] untuk pertama kalinya saya bisa bangun pagi pukul 5.00 wib, setelah sejak sore sebelumnya saya menunggu dengan setia hasil penghitungan suara nasional dari Komisi Pemilihan Umum [KPU] dan pada pukul delapan malam lewat akhirnya penantian saya terbayar sudah, KPU mengumumkan hasilnya dan terpilih dengan suara 50.326.198 suara (52,49 persen), bapak berserta Pak Jusuf Kalla diberi mandat oleh kami untuk bersama-sama dengan kami  memajukan negara tercinta ini.

Saya buka jendela dan saya hirup udara pagi. Terasa segar pagi tadi, udara pagi Indonesia  yang baru tak saya sia-siakan untuk saya hirup sedalam-dalamnya dan rasakan oksigennya masuk memenuhi rongga dada saya dan menyuntikkan kesegaran pada sekujur tubuh saya. Tak lupa saya ucapkan: “Selamat datang Indonesia baru, bersama kita akan melangkah mengisi hari-hari kita bersama dengan Presiden baru kita, Presiden pilihan saya, kamu, kalian dan kita semua!”.

Sorenya bapak, kira-kira pukul 15.30 wib, tiba-tiba masuk sebuah pesan singkat undangan untuk menghadiri acar syukuran dan doa kemengan  bapak dan Pak Jusuf kallas sebagai Presiden RI ke-7 di Tugu Proklamasi. Karena di undang,  tak enak hatilah jika saya mengabaikan niat tulus tersebut. jadi,  dengan mata setengah mengantuk karena kelelahan mendekor kelas dan mempersiapkan bahan ajar untuk anak-anak murid saya, saya langkahkan diri berjalan ke salah satu monumen kebanggaan saya ; Tugu Proklamasi. Tidak saja karena tempat itu diyakini dulunya adalah rumah tempat dimana 69 tahun lalu kemerdekaan rakyat Indonesia diserukan oleh Bung Karno dan Bung Hatta, namun tugu tersebut juga menjadi sangat bermakna bagi saya karena dijadikan tempat ibadah sekaligus perayaan kemerdekaan Indonesia ke-68 [2013] oleh teman-teman GKI Yasmin dan HKBP Filadelfia yang hingga kini mereka masih belum bisa beribadah di gereja mereka masing-masing karena di segel oleh pemerintah setempat atas desakan dari sekelompok preman berjubah dengan mengatas namakan Tuhan, padahal kedua gereja teman-teman ini sudah memenuhi semua ijin dan persyaratan pendirian rumah ibadah loh pak!

Sesampai di Tugu Proklamasi, ratusan orang sudah berkumpul di sana pak dan saya lihat bapak beserta banyak orang sudah berdiri di atas panggung mengenakan kemeja putih lengan panjang yang di gulung tigaperempat lengan. Dari jauh saya lihat ekpresi bapak tenang, biasa saja tidak menampakkan luapan emosi gembira yang berlebih karena sudah di tahbiskan sebagai Presiden terpilih periode tahun 2014-2019, dan terus terang saya bangga dengan sikap bapak yang tenang, tidak jumawa dan biasa saja itu hehehe..

Karena sejujurnya, ketika bapak di umumkan oleh KPU sebagai presiden terpilih, sekalipun pemilu presiden 9 Juli kemarin saya gagal golput dan akhirnya memilih mendukung bapak, perasaan saya biasa-biasa aja tuh [bapak jangan marah ya :) ] waktu mendengar pengumuman KPU tersebut. Justru saya merasa amat sangat exciting dan lonjak-lonjak kegirangan waktu saya lihat di layar kaca di ruang DPR [kalau tidak salah] Ibu Megawati terpilih dengan suara terbanyak dan menjadi presiden RI ke-5, alasan saya sederhana saja pak, akhirnya bisa juga Indonesia punya presiden perempuan [mungkin karena saya juga perempuan kali ya pak hi..hi..hi]

Balik lagi ke suasana di Tugu Proklamasi sore tadi pak, jadi waktu bapak menyampaikan sepatah dua patah pidato atau mungkin lebih tepatnya adalah pesan untuk kami semua yang hadir agar kembali merangkul sodara, keluarga dan tetangga yang sempat terpecah akibat polarisasi pilpres 2014 kemarin, saya sempat melihat ada pelangi di ujung langit ketika bapak memberi pesan di atas panggung tadi.

Saya bergumam: “mungkin ini adalah pertanda dari alam bahwa alam pun ikut tersenyum melihat Indonesia baru” – sebuah perasaan yang sama saya alami ketika bersama-sama menemani teman-teman GKI Yasmin dan HKBP Filadelfia beribadah dan merayakan kemerdekaan Indonesia 2013 lalu di tugu ini juga, saya merasakan bahwa perayaan tersebut mungkin juga adalah kehendak alam [karena sebelumnya direncanakan akan dilakukan di depan Istana Negara  di depan Tugu Monas tempat biasa teman-teman beribadah setiap dua minggu sekali, tapi tiba-tiba di minta oleh keamanan setempat untuk dipindahkan lokasinya karena akan dijadikan rute pawai Kereta-kereta Kerajaan Nusantara oleh bapak ketika menjabat sebagai Gubenur DKI] dan kelak akan ada peristiwa besar dan penting di Tugu Proklamasi ini, demikian gumam saya dalam hati pada kala itu.

Dan ternyata benar pak! sore ini 23 Juli 2014 bapak berdiri di hadapan kami di Tugu Proklamasi  sebagai Presiden Indonesia  ke-7 .

Bapak, saya mau berbagi cerita selama jelang Pilpres 2014 kemarin. Memang benar telah terjadi polarisasi yang amat kuat dan semakin menguat menjelang 9 Juli kemarin, bahkan saya juga melihat tak hanya di kalangan “wong cilik” saja yang saling berseteru tentang milih No.1 atau No. 2 – lengkap  beserta argumen masing-masing, bahkan di kalangan pekerja senipun  mereka saling serang, saling sikut lewat kicauan di sosial media, bahkan mungkin kalau perlu saling tinju sekalian.

Sedih dan sakit hati si pak, saya melihatnya. Sakit hati bukan karena saya di caci pak, tidak!

Tapi, saya sakit hati melihat: “kok kayak gini sih anak bangsa ini gara-gara pilpres?!, dimana logika, dimana etika, dimana kesantunan yang selama ini lekat dalam ingatan orang luar tentang orang-orang Indonesia yang ramah, hangat dan santun beretika?!”.

Saya betul-betul sedih dan sakit sekali hati saya pak melihat realita ini, bahkan rekan-rekan kerja saya pun saling berteriak mengunggulkan pilihannya masing-masing, nomor  1 atau nomor 2, sampai sakit telinga saya mendengar teriakan mereka, meskipun mereka hanya bercanda, tapi lama-lama suasana malah bertambah panas.

Saya pribadi sih memilih untuk netral pak! netral dalam artian saya tidak mau semakin menyusahkan Ibu Pertiwi dengan ikut hanyut dalam arus polarisasi tersebut, meski konsekuensinya adalah saya di salah pahami oleh sahabat saya. Dia menganggap “diamnya” saya  adalah tidak berpihak pada yang benar ketika saya memilih untuk tidak ikut-ikutan arus negatif tersebut. Kalau bapak tanya gimana rasanya, saya jawab: “ Sakit hati sih pak, karena tanpa bertanya apakah saya mempunyai pilihan politik atau tidak, sahabat ini malah langsung saja menghakimi pilihan saya yang netral dan beliau merasa bahwa dengan mendukung capres nomor 2, dia sudah menjadi “hero” dan menganggap saya yang dipikirnya tidak “berpihak” pada nomor manapun adalah salah, tapi, ya sudahlah pak! biarin aja dia dengan imajinya sendiri.

Kalau setiap kali ditanya saya pilih nomor satu atau nomor dua, saya akan jawab dengan hakul yakin, saya jawab: “Saya pilih nomor  3= KPU,  eh, nomor #3PersatuanIndonesia!” :)

Oya pak, bersama surat ini bapak, saya hendak menyampaikan ucapan selamat bertugas mengemban amanat kami kepada bapak dan juga pada bapak Jusuf untuk lima tahun ke depan. Saya yakin bapak berdua bisa melaksanakan amanat besar ini dengan sebaiak-baiknya dan  jangan khawatir pak, saya; kami akan selalu mendampingi  bapak berdua. Jika dalam perjalanan nanti untuk mewujudkan Indonesia yang baik dan rumah bagi bersama dan bapak harus bertindak tegas dan “keras”, maka saya; kami akan selalu siap mendukung bapak!

Bersama surat ini pula bapak, saya hendak pamit bermohon diri!

Karena setelah pilihan dan kemenangan bapak, saya akan mundur menarik dukungan dan bergabung kedalam barisan membentuk parlemen jalanan dan saya; kami akan senantiasa mengawasi amanah kekuasaan yang sekarang ini diamanahkan ke pundak bapak dan Bapak Jusuf Kalla. Karena tidak semua orang harus menjadi ksatria maju menonjol di medan laga pak, tetap harus ada juga yang  berperan sebagai punakawan, bertugas  mengingatkan sang ksatria jika suatu ketika dia salah arah.

Sekali lagi bapak, terima kasih banyak telah bersedia mengatakan “Iya” untuk di titipi amanat dari kami dan ingatlah selalu bapak, saya dan seluruh rakyat Indonesia akan senantiasa mengawasi amanat kami ini, namun juga jangan sungkan untuk selalu meminta bantuan dari saya dari kami, karena kami selalu ada di samping bapak berdua. Mari kita bersama saling membantu, menjaga dan saling mengingatkan untuk mewujudkan Indonesia yang lebih baik lagi untuk adik-adik, anak dan cucu kita.[]

Tabik,

Jakarta, 23 Juli 2013

Wida Semito

cc: Bapak H. Jusuf Kalla – Wakil Presiden RI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline