Lihat ke Halaman Asli

Huril Aini

Mahasiswa

Pulang Malu, Tak Pulang Rindu

Diperbarui: 2 Juli 2022   12:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Merantau; mencari penghidupan, ilmu, dsb ke daerah lain. Meninggalkan rumah, keluarga, sahabat, saudara, serta lingkungan tempat tinggalnya. Menjajaki wilayah baru, beradaptasi dengan orang-orang baru, bahkan beradaptasi pula dengan cuaca dan suasana yang belum pernah dialaminya. 

Banyak penafsiran yang dapat mendefinisikan kata merantau, bisa becabang-cabang. namun ketika kita tarik pada penafsiran di awal; mencari penghidupan, ilmu, dsb ke daerah lain, ketika para perantau ditanya, untuk apa jauh-jauh mencari penghidupan dan ilmu ke daerah lain? sedangkan di tanah lahir sendiri pun kita bisa mendapatkan penghidupan dan ilmu. Maka, jawaban setiap perantau akan berbeda. Akan ada banyak hal dan alasan seseorang untuk memilih tempat yang jauh dari tempat tinggalnya. 

Salah satunya, tempat rantauan yang dipilih pasti menjanjikan penghidupan dan ilmu yang lebih baik dan lebih tinggi nilainya. Baik para pekerja ataupun para pelajar pasti pernah memikirkan tujuan ini sebelum mereka merantau. 

Namun nyatanya, untuk meraih penghidupan dan ilmu yang lebih baik itu pun bukan hal yang mudah. Tentunya akan ada banyak pesaing mereka sesama perantau atau bahkan pesaing dari warga lokal. Untuk meraih sesuatu yang lebih tinggi tentunya tidak akan semudah dan sesederhana yang dipikirkan ketika awal merantau. Akan ada banyak hal yang menghalangi. Dan ketika larut masanya hingga bertahun-tahun dilalui tanpa mendapat hasil yang diinginkan dan dijanjikan pada semua keluarga yang ditinggalkan, akan muncul dilema itu. Rindu rumah, tetapi malu pulang. 

Kerinduan akan rumah dan orang-orang di dalamnya, tetapi terkadang akan terlintas dalam benak, "Tapi aku belum dapat apa-apa disini, aku belum jadi apa-apa disini", "Apa yang harus aku katakan ketika mereka bertanya, apa pencapaianku?", "Malu aku, dulu aku mengakatakan bahwa aku akan berhasil disini. Tapi nyatanya pun aku masih stuck di tempat", dan berbagai spekulasi lainnya. Yang pada akhirnnya hanya akan menggagalkan rencana pulang ke kampung halaman sebab terlampau malu.

Ketika seorang perantau menghadapi dilema itu, sulit baginya untuk memutuskan. Karena pilihannya hanya dua, menebalkan muka atau tetap tinggal di daerah rantauan dan mengikis jauh-jauh rasa rindunya. Bagi orang-orang yang tebal muka, akan mudah baginya memilih. Tetapi orang dengan gengsi tinggi akan kesulitan, karena baginya pantang pulang sebelum menang. Tetapi rindu yang menumpuk dalam hati pun tidak bisa lagi dibendung. Pada akhirnya jalan satu-satunya memang harus menebalkan muka. Tapi terlepas dari pencapaian yang diraih dan kemajuan yang diinginkan di daerah perantauan, ada banyak hal sebenarnya yang bida dibagi para perantau pada keluarganya. 

Alih-alih mmenceritakan pencapaian dan hasil yang diraih, para perantau bisa menceritakan pengalaman baru yang ia temukan di perantauan yang belum ia rasakan dan alami di tanah kelahiran. Tentunya akan ada banyak pengalaman baru yang didapat, pengalaman baru pun menjadi hal istimewa bagi para perantau selain hasil capaian yang diinginkannya. 

Maka jangan pernah berkecil hati untuk pulang sebab merasa belum dapat apa-apa. Lebih dari sekedar capaian, kerinduan dari orang terkasih jauh lebih berharga. Karena waktu bersama orang terkasih tidak bisa diputar kembali, sedangkan pencapaian masih bisa dikejar.  

Semangat untuk para pejuang rantau!

     

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline