Lihat ke Halaman Asli

Indonesia 2050

Diperbarui: 31 Agustus 2017   23:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Halo semua, selamat datang di Indonesia baru, tahun 2050. Perkenalkan namaku Arunergi Dirgayasa, panggil saja aku Aru. Aku lahir di Jakarta, 20 Desember 2030. Saat ini aku tinggal di sebuah pulau kecil dekat pulau Lombok, namanya pulau Sumbawa. Baru 2 tahun aku tinggal disini, di Desa Monta Baru, Kecamatan Woja, Kabupaten Dompu. Pekerjaan ayahku menuntut keluargaku untuk berpindah-pindah pulau di Indonesia. Sebelum tinggal disini, aku sempat tinggal di Pulau Bintan, Kepulauan Riau. Ayahku bekerja sebagai peneliti biota laut, oleh karena itu hampir setiap 5 tahun aku dan keluargaku berpindah pulau, untuk meneliti potensi laut Indonesia di daerah lain.

Pertama, aku akan menceritakan tentang rumahku disini. Rumahku bisa dibilang sederhana, luasnya hanya 100 m2, panjangnya 10 meter, lebarnya 10 meter. Betul sekali bentuknya kotak. Meskipun rumahku kecil, tapi aku sangat nyaman tinggal disini. Rumahku sangat dekat dengan pantai, cuma 5 menit jika berjalan. Tembok rumahku dicat warna putih, warna kesukaanku. Aku rasa warna ini cukup membuatku nyaman berada di rumah. Atap rumahku tentu saja terbuat dari panel surya, sumber energi listrik di rumah kami. Di jaman sekarang, tahun 2050, hampir semua rumah di Indonesia beratapkan panel surya. Alasannya tentu saja demi keberlanjutan energi Indonesia. Kami sudah lama beralih ke energi bersih ini, tidak lagi menggunakan minyak bumi sebagai pembangkit listrik. Di halaman belakang rumahku juga terdapat turbin, jika saat musim hujan, aku dan keluargaku menggunakan turbin ini sebagai sumber energi kami. Seperti prinsip pembangkit listrik tenaga mikro hidro, turbin ini digerakkan oleh aliran air, yang berasal dari air hujan. Jadi meskipun cuaca berubah, rumahku tidak akan kehilangan energi listrik. Semua peralatan elektronik di rumahku seperti TV, kulkas, Microwave serta lampu juga sudah terstandar hemat energi. Jadi konsumsi energi listrik di rumah terhitung kecil.

Meskipun setiap rumah memiliki pembangkit listrik sendiri, di Indonesia juga banyak sekali dibangun pembangkit listrik skala besar dengan sumber energi baru terbarukan. Pembangunan pembangkit listrik setiap daerah berbeda, tergantung potensinya. Untuk daerah yang dekat dengan gunung api, dibangun Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi. Untuk daerah yang dekat dengan air terjun maupun sungai besar, dibangun Pembangkit Listrik Tenaga Air. Untuk daerah yang memiliki potensi kecepatan angin, dibangun Pembangkit Listrik Tenaga Bayu. Dan untuk daerah pantai dekat laut seperti daerahku, telah dibangun Pembangkit Listrik Tenaga Arus Laut. Pembangkit listrik skala besar tersebut digunakan untuk proses industri dan gedung-gedung besar. Dengan perkembangan energi listrik seperti saat ini, rasio elektrifikasi nasional sudah mencapai 100 %, bahkan produksi energi kita masih surplus. Jadi mau pindah kemana saja, aku tidak perlu khawatir. Pasti kebutuhan energiku dan keluargaku akan tetap terpenuhi meskipun kami berada di daerah terluar dari Indonesia.

Hobiku adalah jalan-jalan. Hampir setiap akhir pekan aku selalu menyempatkan diri untuk pergi. Kadang aku berjalan kaki, kadang aku juga mengendarai mobil listrikku jika jarak yang akan aku tempuh cukup jauh. Aku sangat suka sekali dengan mobil listrikku, selain tentu saja tidak mengeluarkan polusi udara sama sekali, mobil listrikku ini sangat hemat energi. Dalam sekali pengisian daya (charge) dibutuhkan waktu kurang lebih 3 -- 4 jam dan setelah itu mobil listrikku dapat menempuh perjalanan sejauh 300 KM. Jika mobil listrikku perlu melakukan pengisian daya, aku hanya perlu berhenti di Stasiun Pengisian Listrik yang tersebar di seluruh daerah di Indonesia. Sebetulnya di rumah juga terdapat motor listrik, yang kadang aku gunakan jika memang ingin menikmati udara luar yang menyejukkan. Tapi yang lebih sering menggunakan motor listrik adalah ayahku.

Bicara mengenai ayahku, seperti yang aku sudah katakan, ayahku adalah seorang peneliti biota laut. Seperti yang kita ketahui bahwa wilayah laut Indonesia sangat luas dengan jumlah biota laut yang sangat melimpah. Sebagai seorang peneliti, ayahku diijinkan untuk mengeksplorasi kandungan tanaman laut yang berpotensi untuk dijadikan biofuel. Beberapa biofuel dari laut telah digunakan oleh nelayan di Indonesia sebagai bahan bakar perahu. 

Sejauh ini tidak hanya tanaman laut yang diproses menjadi biofuel, sampah-sampah organik dari dapur pun telah dikelola dengan baik dan menjadi sumber biofuel. Salah satu sampah dapur yang sangat berpotensi untuk diolah menjadi biofuel adalah minyak bekas atau jelantah. Dengan sistem ini, sampah rumah tangga dapat dikelola dengan baik dan diolah kembali sehingga permasalahan lingkungan dapat diatasi. Lalu, bagaimana dengan limbah industri? Tenang saja, limbah industri juga telah dikelola dengan baik. Beberapa industri menggunakan metode bio elekro fenton, dimana proses pengolahan limbahnya akan menghasilkan energi listrik baru sehingga energinya lebih efisien.

Bisa dibilang, tahun 2050 merupakan tahun kedaulatan energi di Indonesia. Rasio elektrifikasi nasional mencapai 100 %, produksi energi melimpah, emisi gas rumah kaca mulai menghilang, serta kesadaran masyarakat akan energi bersih juga meningkat. Keberhasilan kedaulatan energi ini merupakan hasil usaha dari ayahku dan masyarakat lainnya 33 tahun yang lalu. Pada tahun itu, pemerintah dan masyarakat Indonesia bekerja bersama untuk beralih ke sumber energi baru terbarukan. 

Membangun pembangkit listrik dengan sumber terbarukan secara gotong royong, bersama-sama beralih ke mobil dan motor listrik demi menjaga perubahan iklim di bumi, dan tentu saja bersama -- sama untuk menghemat energi. Jika mereka tidak melakukan itu, mungkin aku tidak akan hidup seperti sekarang. Jika mereka tidak melakukan itu, tahun 2050 mungkin akan menjadi tahun krisis energi yang mengerikan untuk Indonesia.

Sekian ceritaku, sampai jumpa di tahun 2050.

www.esdm.go.id 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline