Ada hal langka yang jarang saya alami selama ini. Yaitu diceramahi oleh seseroang yang lebih muda. Orang biasa saja. Bahkan secara akademis tidak bergelar sarjana. Namun perjalanan kehidupannya menurut saya cukup menarik. Sehingga ketika dia setengah memarahi dan menggurui saya menjadi tersendak juga karena pendekatanya yang lain.
Mas, anda jangan pernah bangga pernah makan sekolah tinggi. Anda juga jangan pernah merasa bisa melakukan bisnis dengan pengalaman yang ada selama ini. Itulah kalimat yang “attract attention” saya sampai harus menunggu kalimat berikutnya dengan tidak sabar.
Sore kemarin di kala macet jalan Jakarta kami tidak bisa banyak bergerak sehingga meeting sore di jadwal ulang. Menunggu hujan reda saya memilih menikmati wedang jahe hangat di kafe kecil di bilangan Sudirman. Kebetulan tidak ramai karena bukan kafe favorit dan terkenal bersimbol medusa. Dan di sinilah saya bertemu rekan lama yang jauh lebih muda ini.
Lama tak bersua, saya menanyakan kegiatanya yang ternyata sedang menggarap bisnis berbasis internet sebuah start up company istilah kerennya. Padahal menurut dia, ini adalah perusahaan “me corporation”. Sebuah perusahaan bermuara pada dirinya seorang, me, myself & I company.
Karena masih embrio, masih awal dan belum ada “angel investor” yang mendukungnya. Menurutnya hal itulah yang membedakan bisnisnya dengan bisnis lainnya. Ini bisnis dengan perspektif baru. Hingga kalimat di atas itulah keluar dari mulutnya yang mengatakan makan sekolah tidak menjamin bisa berbisnis di dunia sekarang.
Asli saya berkerut kening.
Dia melanjutkan, begini Mas Mardigu (dia selalu formal jika berbicara dengan saya. Yang saya nggak mengerti adalah mengapa karena selalu menggunakan nama Mardigu bukan memanggil nama kecil saya Wowik) Kalau mas kuliah di Harvard, Yale, Whartons apapun lah Ivy League University di bawah tahun 2000-an alias tahun belum masuk abad 21, concept bisnis ini belum ada. Ini konsep bisnis baru yang bahkan baru 5 tahun terakhir diterima dengan baik di kalangan akademisi.
Saya agak kelolotan dapat informasi yang masih abstrak ini gaya bicaranya. Konsep bisnis baru macam apa yang dia maksud sih? Kata saya dalam hati.
Mas pasti tahu dong apa itu klien atau customer atau pelanggan dalam bisnis anda? Dia bertanya kemudian
Ya, terus? Saya tanya balik
Bisa mas terangkan maksudnya pelanggan itu apa?