Lihat ke Halaman Asli

"Perlu Suara Keras"

Diperbarui: 5 Januari 2017   10:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kalau saya mulai mengkritik keputusan pemerintah sekarang bukan saya ingin berkuasa atau membenci pemerintahan sekarang. Mohon jangan salah tafsir. Saya suka gaya pak Jokowi yang memang bersih dan polos.

Ya begini inilah Negara kalau ingin di pimpin oleh pemimpin yang berfikir hanya buat rakyat dan modalnya kerja dan kerja. Yang niatnya tulus hasilnya tulus namun di masa transisi kita rasakan sekarang, mules di perut karena ngak take off – take off.

Kalau saya mengkritik atau membahas tujuan saya satu. Ingin tindakan action pak jokowi itu memiliki  pengaruh besar untuk kepentingan masyarakat banyak dan CEPAT hasilnya.

Saat ini, menteri yang banyak saya kritik dan kedua yang saya kritik, DPR. Kedua lembaga ini saya anggap paling tidak produktif. Mending kali kalau di sebut tidak produktif, malah apa yang presiden canangkan dan perintah sering “counter produktif”. Kalau DPR wajar, orang berangkat menjadi negarawan baru, pas di bangku DPR itu baru pada belajar. Begitu buat p0licy atau kebijakan ya “mental dan knowledge “ nya jauuuuh dah dari “world class” state man.

 ok apa bukti omongan saya? apakah saya ngomong tanpa bukti? Ya salah besar saya kalau mengkritik  tanpa bukti dan tanpa solusi. Bukan bossman sontoloyo banget kalau begitu. Kritik keras plus solusi. Selalu itu!

Sekarang bukti dulu kita ungkap, kerja selam aini, 2 tahunan kementrian para pembantu presiden,  jajaran esolon atas, deputi dan CEO BUMNnya.

Fakta : “Pendapatan per kapita Indonesia dalam dollar AS semakin tertinggal oleh negara-negara tetangga seperti Korea, Malaysia, dan Thailand. Padahal, pada awal kemerdekaan, tingkat kesejahteraan ketiga negara hampir sama. China sudah menyusul Indonesia pada tahun 1998 dan Filipina menyusul Indonesia tahun 2015”

Indonesia  ingin tumbuh ekonominya lebih cepat—misalnya dengan memacu pembangunan infrastruktur—. Lalu pemerintah berutang lebih banyak,efeknya suku bunga naik sehingga mengakibatkan investasi swasta melemah. Selain melemah, investasi pun kurang berkualitas, tercermin dari porsi terbesar (74 persen) pembentukan modal tetap bruto berupa “bangunan” sedangkan berupa “mesin dan peralatan” hanya 11 persen. Manufaktur lemah, begitu baca sederhananya

Saat ini defisit anggaran harus ditutupi oleh utang luar negeri, menjual obligasi negara dalam denominasi mata uang asing (global bonds) dan meminjam dari negara donor dan lembaga keuangam internasional. Akibatnya :

Gonjang-ganjing perekonomian global  mengancam stabilitas makroekonomi indonesia. Gangguan di dalam negeri, termasuk faktor sosial dan politik, turut menambah rentan stabilitas makroekonomi. Inilah selalu yang menjadi bahan perkataan para menteri,”ini masalah global yang turun  pak Jokowi” ( saya sudah berkali-kali kritik hal ini). Lah, yang salah strategi anggaran dan pembangunan nasional  kok main tunjuk tangan masalah global sih, geblek bener nih menteri.

Ok sekarang kita gembar gemborkan, Pertumbuhan Indonesia sekitar 5 %. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline