korupsi belum jelas di pahami, jadi masih banyak para birokrat dan pengambil kebijakan terlibat korupsi, baik yang kecil-kecilan sekadar uang kopi hingga ratusan milyar buat plesiran keluar negeri, uang pelicin dianggap hadiah, % proyek dianggap biasa, pungli di pelayanan public sebagai uang administrasi. Dengan Semboyan Tua yang ampuh mengeruk rupiah " Kalau bisa di perlambat mengapa harus dipercepat ", " Kalau bisa dipersulit mengapa harus dipermudah", segala aksi diperagakan oleh para birokrat dan pengambil kebijakan untuk memetik sejumlah angka rupiah untuk mempercepat dan mempermudah urusan. Di sisi lain, subjek yang berhadapan dengan para birokrat dan pengambil kebijakan memiliki semboyan yang tak kalah ampuh juga, " kalau bisa percepat mengapa harus diperlambat ", " Kalau bisa dipermudah kenapa pula harus dipersulit ". Bila kita meminjam analogi keseimbangan pasar ( Ekuilibrium) di mana titik pertemuan antara garis penawaran dan garis permintaan, maka titik Perpotongan garis antara dua kepentingan itulah bisa kita namakan KORUPSI. Kita ingin Anak-anak kta tetap terus menyanyikan Indonesia raya, jangan kita tulis sejarah dunia dengan bubarnya Bangsa Indonesia karena Korupsi, mari kita tulis sejara dunia dengan prestasi Indonesia. (O,O)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H