Lihat ke Halaman Asli

Orang Miskin Sukses? Haram!

Diperbarui: 26 Juni 2015   14:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Kemarin ada berita di layar kaca yang menyentuh nurani. Seorang anak usia 11 tahun gantung diri. Dia frustasi karena tidak bisa ke sekolah seperti teman-temannya. Orangtuanya yang pedagang tidak bisa membiayainya untuk menimba ilmu. Haknya untuk mendapatkan pendidikan tidak dapat diperoleh karena kemiskinan. Dan ini bukan kasus yang pertama kali. Haruskah ketidakmampuan ekonomi menghentikan upaya rakyat negara ini untuk menggapai pendidikan yang lebih baik? Seolah-olah, haram hukumnya bagi orang miskin untuk sukses.

Ini sakit kepala tahunan bagi mayoritas orangtua. Setiap menjelang tahun ajaran baru, para orangtua dipusingkan dengan kebutuhan dana untuk memasukkan anaknya sekolah. Secara teori, sampai jenjang smp, tidak ada biaya yang harus dikeluarkan orangtua siswa. Bahkan, ada bantuan dana dari pemerintah daerah maupun pusat untuk kelangsungan pendidikan yang dijalankan sekolah. Itu teori. Prakteknya, muncul biaya-biaya yang ditanggung orangtua siswa sejak mulai mendaftar sampai setelah resmi diterima sebagai siswa. Jika sudah begini, tidak benar bila disebut sekolah gratis.

Orang Jawa memiliki falsafah jer basuki mowo bea, segala sesuatunya ada biayanya. Betul. There’s no free lunch. Namun, ketika biaya itu diada-adakan, dan celakanya lagi, merupakan bentuk kegiatan korup yang dilegalkan maupun di bawah meja, uang yang dikeluarkan itu bukan yang dimaksud dalam falsafah Jawa yang sarat makna itu. Siapapun tentu saja tidak berkeberatan mengeluarkan biaya demi kebaikan, apalagi demi pendidikan anak. Namun, bila uang yang harus diadakan dengan setengah mati itu kemudian diserahkan untuk membiayai sebuah tindakan korup, sakit rasanya. Ini seperti sebuah todongan yang tidak bisa dihindari. Bagi orangtua yang memiliki uang atau mampu mengadakan dana yang diminta, todongan itu bisa dilayani. Tetapi bisa kita lihat ketika orangtua tidak berdaya, bisa-bisa nyawa anak yang jadi tumbalnya seperti yang disiarkan di televisi di atas.

Entah sampai kapan negeri ini bebas korupsi. Jika lembaga pendidikan saja masih ada oknum-oknum korupnya, bagaimana anak didik yang akan dihasilkan nanti? Kadang-kadang sebagai orang kampung yang awam, saya memiliki angan-angan bentuk hukuman yang seharusnya diberikan agar membuat orang-orang terutama yang mempunyai niat melakukan korupsi berpikir seribu kali. Mengapa tidak dihukum mati saja orang yang terbukti melakukan korupsi. Jika hakimnya atau siapapun yang menghalangi proses pelaksanaan peradilan tindak korupsi itu terbukti tidak benar, ya dihukum sekalian. Saya yakin, jika setiap koruptor akan dihukum mati, negeri yang dikenal adil luhung ini akan bersih dari tindakan korup. Sadiskah angan-angan saya itu?

Sumber gambar: di sini

Salam,

WKF yang ada di wongkamfung.boogoor.com




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline