Kisruh penentuan pimpinan komisi berlarut-larut. Dari kasak kusuk yang aku dengar (soalnya tidak ada yang berani ngomong terus terang, PKS, Gerindra dan PAN yang biasa bersuara lantang sekarang lagi sakit gigi kali ) Depdagri menyarankan paripurna ulang.
Secara prosedur katanya Tatib pada saat digunakan belum diundangkan. Ditambah secara material isi 19 orang per komisi tidak bisa dipenuhi. Ini cukup untuk mengatakan paripurna kemarin itu abal-abal alias illegal. ( Baca: Komisi DPRD Jateng Ilegal! ).
Gubernur pun ikut mendesak kocok ulang. Sebab dia paham, dengan 61 orang yg ada dikomisi saat ini tidaklah cukup untuk memenuhi quorum penetapan perda / APBD yang butuh 67 orang ( Suara Merdeka).
Dari obrolan beberapa anggota DPRD , terungkap fraksi Gerindra, Golkar, PKS dan PAN targetnya yang penting terakomodasi, tombo isin. Mereka juga sudah sadar mau ngotot kayak apapun kalau voting mereka kalah. Sehingga tuntutan mereka hanya proporsional pembagiannya ( he..he..kayak roti saja dibagi rata ).
Namun aneh sampai sekarang kok ndak ada titik temu, mbudet-e dimana ini. Bukankah PDIP kepentingannya tidak terganggu ? kayaknya rasanan dewan ndak ada yang berani menginginkan ketua komisi C, D jatah PDIP. Dulu PAN ngotot pingin tapi sekarang mulai kendor.
Mungkinkah ada sengkuni dibalik peristiwa ini?
Jika aku tidak salah menganalisa, sengkuni itu memang ada he he he....
Awal gegeran paripurna itu mas Gh*yud PAN dan beberapa orang lain mengatakan bahwa Masr**an PPP bersama H*di PKS dijadikan delegasi untuk komunikasi ke PDIP. Tugasnya mencairkan komunikasi politik agar ada titik temu dari kedua belah pihak.
Entah kenapa, tiba-tiba keluarnya seperti hasil paripurna PPP dapat jatah 4 dan Demokrat dapat jatah 4 juga. Apakah karena Masr**han ternyata menjadi sengkuni yang memanfaatkan kompaknya 4 partai untuk menaikan posisi tawar PPP dihadapan PDIP ?
Jika dilihat dari personalnya yang lentur, pandai menarik ulur peristiwa dan juga sangat licin dalam berpolitik bukan tidak mungkin sekarang ini Masr**han-lah pemainnya.
Rekam jejaknya sudah dimulai sejak pemilihan Pak Mardiyanto sebagai Gubernur, desas desus dialah yang mendesak pak Mardiyanto mengangkat Hadi Parbowo sebagai sekda. Demikian pula 2009, PPP juga sempat adu kuat dengan Demokrat saat pemilihan waka komisi C. akhir dimenangkan PPP berkat kepiawaian Masr**han juga ini.
Tukar menukar info dari KMP ke PDIP, ataupun PDIP ke KMP sangat mungkin dilakukan olehnya. Sebagai penghargaannya meskipun partainya hanya 8 kursi inipun berhasil menjadi ketua komisi A.
Bisa jadi saat ini PDIP tersandera dengan wajah ndeso dan polos Masr**han, yang sampai saat ini selalu coba ramah dengan siapapun dengan tetap membuat persepsi Masr**han yang ndak punya uang, yang sederhana dan bukan pemain. Namun entahlah.
Ada satu kejadian janggal juga H*di PKS sebagai salah satu delegasi KMP didetik terakhir pemilihan pimpinan komisi diganti dari ketua fraksi. Namun jika melihat PKS tidak dapat apa-apa, sengkuni itu bernama H*di kayaknya tidak mungkin. Meskipun vokal, anak ini termasuk anak kemarin sore, seumuran dengan anakku kayaknya. Semua memang misterius.
Atau mungkin sengkuni itu Demokrat, entah Yoyok, Bambang eko atau malah Sukawi sendiri. Mereka bisa dapat maksimal pimpinan komisi. Atau malah S*k*rman PKB, wakil ketua yang relative muda ini memang lincah bahkan bisa menyikat kelompok Gus Yusuf dalam perebutan pimpinan DPRD. Fuad Hidayat sebagai seniornya dikasihani dengan diberi waka komisi C.
Entahlah, namun yang pasti berlarut-larutnya masalah ini tidak lepas dari sengkuni DPRD yang masih misterius ini. Masyarakat Jateng umumnya yang rugi, PDIP khususnya yang rugi, dan Ganjar sebagai gubernurnya yang rugi pula. Sebab program yang sudah ditata rapi bahkan sudah ditunjuk pengerja-nya terancam morat marit kalau tidak segera ketemu Sengkuni-nya.
Astina tidak pernah akur dengan amarta, Yudistira tidak bisa berkawan dengan Pandu Dewanata karena pengaruh sengkuni. Sengkuni ingin menang sendiri, sengkuni ingin ikut mulia, sangat berbahaya jika sengkuni ini dibiarkan ada dan bertransformasi menjadi politikus yang punya jabatan tinggi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H