Lihat ke Halaman Asli

Tersesat...Mengapa Ber...? Hilang

Diperbarui: 25 Juni 2015   06:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

TERSESAT

Kemana pusaran angin lirih menggiring hembuskan,
dari hati yang ku punya sia sia,
peduli apa ratapan berbalut compang camping pesakitan,
kian tak bermakna sendi sendi syaraf yang menopang langkah,
yang tersiakan...terlupakan

Terlalu jauh mencari yang terlupakan,
dimana awal beranjaknya langkah dikala mulai,
semua tlah menghilang TERSESATKAN kala hati terlalu mencinta,
kala hati tlah tersimpan terbalut sosok parasmu,
bungkam simponi sejuta warna keangkuhan yang luluhkan sebuah mimpi

kemana ku harus kembali,
karena ku tlah mati rasa mati hati,
arah yang tersamarkan TERSESATKAN...disaat ku rengkuh hatimu
dimana ku TERSESAT tiada kembali...TUK membuka hati ini lagi

Mengapa ber ?

Bersandar diantara rumpun jerami gontai,
hela menghela nafas tiriskan peluh di sisi lembab keringat pekat.
Tirai anyaman bambu yg tepinya mulai terkoyak,
temani raga melepas lelah menyeka hembus angin segarkan jiwa...untuk waktu yg sementara!!?
Dimana rongga dada masihlah terjejali candu ketiadaan,
yg masihlah melanda ketidakmampuan sesosok pria

Mengapa jua kau bertanya,
bila jengahmu memasung realita,
seperti gemerincing ikatan pedati yang ditarik paksa dua sapi,
berlari tertatih terpaksa tercambuki
...
seperti pagi ini...jubah embun berkali mengungkung nadi,
takut bersembunyi di hangat selimut kemalasan yang memaksa,
helai demi helai sutranya menggelitik merayu,
agar raga lelap bersembunyi hangat di dekapnya

jadi mengapa meski engkau bertanya?
jikalah sosokku tiadalah menopang nafasmu,
pria ku tidaklah menjadi tiang penyangga bilik jiwamu,
dan juga ragaku terlalu bebani sribu langkahmu
mengapa mesti engkau tanya lagi,
jika hatimu kan beranjak pergi...
tiada kuasa se bait kataku tuk mencegahmu...
karena berjuta kelam warna ketidakmampuanku,
menjadi sdosok seorang pria...maluku tuk bisa meminta

mengapa jua kau mesti bertanya

Hilang

aku hilang jiwa,
tersandera terkurung berkabung,
diantara jeruji dera campuk kesalahan,
aku juga hilang rasa,
terkekang kaku menggerutu tiada menentu,
seribu langkah yang rapuh tanpa adanya yang dituju,
dan aku juga hilang diri,
dimana memudar ejaan sebut namaku,
mengerling serapah tiada makna tiada kata,
tiada yang terminta,
buta makna tuli arti lumpuh akal,
hilang menunggu ajal

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline