Pada awal periode kedua pemerintahan Presiden Joko Widodo, sempat diumumkan bahwa Jokowi dan pemerintahannya nanti memprioritaskan pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) dengan tetap melanjutkan pembangunan infrastruktur untuk menopang perekonomian yang berperforma cukup baik di periode pertama pemerintahannya. Sayangnya, visi dan misi yang dicanangkan ini belum terwujud hingga detik ini.
Pandemi COVID-19 meng-"ambyar"-kan rencana awal Jokowi untuk memulai pembangunan manusia. Seluruh elemen pemerintahan difokuskan untuk penanggulangan pandemi dan membantu mempertahankan ketahanan ekonomi nasional yang terengah-engah akibat pandemi.
Satu hal menjadi "highlight" bagi saya di periode kedua ini, yakni dengan berita bahwa Rancangan Undang-Undang tentang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) pembahasannya ditunda hingga tahun depan oleh DPR, dengan dikeluarkannya RUU tersebut dari Prolegnas 2020.
Hal ini tentu membuat banyak kalangan marah, karena RUU tersebut dianggap memiliki urgensi yang besar dan menyangkut hak-hak fundamental, terutama bagi perempuan.
Kemudian, muncul pertanyaan di kepala saya; kok Pemerintah seakan pasrah dengan pembahasan yang ditunda tersebut? Mereka seakan tunduk pada keinginan anggota legislatif di DPR.
Ke mana komitmen mereka untuk melakukan pembangunan manusia di periode kedua ini? Tidak terdengar ada pertentangan sama sekali dari pemerintah kepada DPR terkait penundaan pengesahan RUU PKS.
Salah satu elemen penting dalam pembangunan manusia adalah pemenuhan hak-hak dasar. Ya betul, Hak Asasi Manusia (HAM). HAM tidak hanya terdiri atas hak-hak pemenuhan kebutuhan ekonomi, seperti untuk mendapatkan pekerjaan dan upah yang layak saja, yang menjadi hak-hak generasi kedua (berisi hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya). HAM juga terdiri atas hak-hak generasi pertama.
Apa sajakah hak-hak generasi pertama? Hak-hak tersebut adalah kebebasan sipil dan politik. Dalam konteks RUU PKS, perlindungan yang akan diberikan kepada masyarakat adalah berupa perlindungan atas kebebasan sipil. Kebebasan-kebebasan tersebut adalah mendapat jaminan, perlindungan, dan kepastian oleh hukum dari tindak kejahatan seksual.
Jika ditunda, maka akan tertunda pula hak atas jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum untuk masyarakat. Butuh berapa banyak lagi korban kekerasan seksual berjatuhan? Berapa lagi wanita dan anak-anak terancam tanpa adanya perlindungan dan kepastian hukum?
Pertanyaan terkait prioritas juga patut diajukan kepada Pemerintah. Kemana komitmen mereka untuk membangun manusia Indonesia? Karena tidak bisa membangun manusia dengan memberikan hak-hak generasi kedua namun tidak memenuhi hak-hak generasi pertama yang menjadi kebebasan-kebebasan dasar sipil bagi masyarakat. Hak ekonomi tidak akan bisa dipenuhi jika secara sipil masyarakat merasa terancam.