Formula Satu (F1) musim 2019 akan semakin bewarna dengan adanya perubahan line-up baru pebalap di tim-tim peserta F1, seperti kepindahan sensasional Daniel Ricciardo dari tim Red Bull yang sudah mapan dan tidak diragukan kualitas mobil mereka ke Renault yang sedang dalam perjalanan membangun kembali fragmen-fragmen kejayaan mereka yang sudah tertinggal lama, atau kepindahan Lance Stroll ke Racing Point (Force India) karena uang dari sang ayah.
Selain dari kepindahan para pebalap senior, para pebalap junior yang merupakan pentolan-pentolan ajang balap divisi di bawah F1 pun akan ikut mewarnai gegap gempita kompetisi jet darat sebagai kompetisi tercepat sejagat.
Pebalap debutan dari ajang Formula 2 seperti Lando Norris, Alexander Albon, dan juara dunia George Russell (Antonio Giovinazzi tidak termasuk, debut di 2017) akan mempertaruhkan diri untuk berjibaku menjaga reputasi sebagai potensi yang tidak disia-siakan, sebagai masa depan F1.
Tentu terlalu dini bagi kita untuk mengharapkan mereka naik ke podium di musim pertama mereka, walaupun tidak menutup kemungkinan juga mereka mampu memberikan penampilan ciamik di beberapa seri dan bisa naik podium.
Hanya saja, perlu realistis juga dalam menantikan aksi mereka karena mengingat Norris berada di McLaren yang masih bermasalah, Russell yang berada di Williams juga berjuang untuk kembali menemukan 'form' asli mereka, dan Albon yang membalap di bawah bendera Toro Rosso sebagai 'sister team' dan penyedia data bagi Red Bull yang baru saja berpartner dengan Honda dalam hal pasokan mesin.
Meskipun demikian, Norris, Russell, dan Albon diharapkan dapat mewarnai persaingan di papan tengah, bersama pebalap-pebalap senior sekaliber Sergio Perez dan Lance Stroll yang membalap di bawah Racing Point, Romain Grosjean dan Kevin Magnussen sebagai amunisi-amunisi tim Haas F1, Carlos Sainz (bertandem dengan Norris di McLaren), dan pebalap kualitas juara dunia Kimi Raikkonen di Sauber.
Mengapa hanya diharapkan di papan tengah? Karena tetap realistis tadi. McLaren dan Williams adalah dua tim yang sedang mengalami kesulitan dalam hal menghasilkan mobil yang kencang dan konsistensi di setiap seri balapan, sedangkan Toro Rosso hanya sebagai tim junior bagi Red Bull, sebagai tim 'batu pijakan'.
Oleh karena itu, Norris dan Russell dengan segala kemampuan mereka dalam usia yang masih sangat belia akan dapat menjadi potensi penyelesaian masalah-masalah bagi McLaren dan Williams. Mereka memiliki kemampuan yang tidak diragukan lagi, contohnya saat Norris memenangi F2 GP Bahrain musim lalu dan Russell ketika menang di Baku, Azerbaijan.
Balapan-balapan tersebut menjadi bukti bahwa Norris dan Russell punya sesuatu yang spesial, mereka punya konsistensi dan kepiawaian dalam mengemudikan mobil melalui mobil-mobil lain, skill untuk 'coming through the pack' yang sudah sekaliber dengan Lewis Hamilton kala ia masih membalap di GP2 (lihat GP2 Istanbul 2006).
Bagaimana dengan Albon? Alex Albon punya pengalaman, malang melintang di divisi bawah dan beberapa kali memenangi seri balapan. Ia juga pernah bersaing dengan Charles Leclerc di ajang GP3 dan F2, serta merupakan mantan didikan Red Bull Academy (walaupun kemudian ia kembali, dengan direkrutnya dia ke Toro Rosso).
Pengalaman tersebut berhasil membawa dia sebagai salah satu pebalap yang diperhitungkan di F2 musim lalu, sehingga ia sempat direkrut Nissan untuk masuk Formula E, dan layak diperhitungkan sebagai salah satu 'rookie' top di F1 pada musim 2019 nanti. Bukti pengalaman dan skill Albon tidak sia-sia adalah ketika ia menjuarai F2 Hungaria musim lalu, ia terlihat begitu stabil dan tenang, suatu modal besar dalam menghadapi Toro Rosso dan reliabilitas Honda.