Lihat ke Halaman Asli

Papua : In ….. We Trust

Diperbarui: 20 Juni 2015   03:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1402975323682903249

Pulau Papua

(http://nandaa-pr.blogspot.com/2012/07/keunikan-pulau-papua.html)

Dua tahun lalu, banner dengan Kalimat “In Wenger We Trust” banyak saya lihat di pertandingan klub sepakbola asal Inggris, Arsenal. Ketika fans Arsenal begitu merindukannya tehadap tropi gelar yang banyak abstain di klub kesayangan mereka selama beberapa tahun, kepemimpinan Arsene Wenger, sebagai manager Arsenal dipertanyakan, akhirnya munculah kalimat tersebut yang menandakan bahwa mayoritas fans Arsenal masih percaya terhadap Arsene Wenger. Kepercayaan terbukti, Arsene Wenger dan Arsenal berhasil membawa pulang piala FA tahun ini.

Bila mengingat masa SD saya, sekitar pertengahan 90-an, mestinya judul di atas ditambahi kalimat perintah “isilah titik-titik dibawah ini!” seperti masa ujian THB (Tes Hasil Belajar) yang diadakan setiap caturwulan ketika itu. Jawaban dari pertanyaan dengan perintah “isilah titik-titik dibawah ini!” hanya satu, bersifat mutlak, tidak bersifat opini masing-masing siswa yang mengikuti THB. Tapi ini berbeda, ini bukan THB, ketika fans Arsenal dihadapkan pada kenyataan bahwa klubnya tidak pernah mencicipi gelar selama beberapa tahun, kalimat “In Wenger We Trust” tidak ujuk-ujuk jatuh dari langit, kalimat yang berisi kepercayaan tersebut diawali oleh usaha bertanun-tahun Arsene Wenger yang berusaha untuk membawa kesuksesan kepada Arsenal tapi tetap menjaga identitas Arsenal sebagai salah satu klub sepakbola yang sarat akan tradisi khasnya.

Seperti halnya Arsenal 2 tahun lalu, diplomasi Papua di Internasional mengalami krisis kepemimpinan, tetapi yang berbeda dengan Arsenal, fans Arsenal bisa mengisi “titik-titik” dengan baik karena kepemimpinan Arsene Wenger yang bisa dipercaya. Untuk Papua, perlu ada pembahasan lebih mendalam untuk mengisi “titik-titik” tersebut. Manakah nama tokoh Papua yang layak mengisi “titik-titik” tersebut?

Andy Ayamiseba, Persimpangan Antara Pejuang atau Pebisnis

1402975447362437094

Andy Ayamiseba bersama PM Vanuatu Moana Carvasses Kalosil, dilengserkan setelah 13 bulan memimpin Vanuatu

(http://majalahselangkah.com/content/andy-ayamiseba-pengakuan-politik-melanesia-prioritas)

Sebagai salah satu pendiri group band “Black Brothers”, Andy Ayamiseba terkenal ditengah-tengah masyarakat Papua, terutama diantara pemuda tahun 70-an. Felix Sampari, om saya, selalu menyanyikan lagu “Mutiara Hitam” dan “Kisah Pramuria” bila kami berkumpul di tempat karaoke. Andi Ayamiseba sendiri adalah lahir di kota Biak, 21 April 1947, Ayah andy bernama Dirk Ayamiseba (Asli Papua) dan Ibunya bernama Dolfina Tan Ayomi (Keturunan Tionghoa). Ayahnya pernah menjadi Gubernur pertama di Papua dan ketua DPRD pertama.

Aktivitas Andy Ayamiseba di luar negeri dimulai ketika “Black Brothers” melaksanakan show di Papua New Guinea (PNG) sekitar tahun 1980, tiba-tiba Andy meminta suaka kepada negara Belanda. Sekitar tahun 1983 Black Brothers pindah ke Vanuatu atas undangan Presiden Vanuatu yang saat itu dipimpin oleh Walter Lini dan Barak Sope, Black Brother pun menjadi salah satu alat kampanye Walter untuk memikat masyarakat Vanuatu (lihat http://politik.kompasiana.com/2014/06/02/papua-dalam-kepentingan-internasional-vanuatu-656202.html). Ketika Walter Lini diterpa mosi tidak percaya oleh masyarakat Vanuatu, Andy Ayamiseba yang aktif dalam kegiatan politik Walter Lini pun dideportasi dari Negara Vanuatu.

Sekitar tahun 1990, Andy kembali ke Vanuatu, mulai saat itu Andy mulai aktif dalam bisnis perdagangan eksport-import di Vanuatu. Tahun 2009, ia kembali dideportasi oleh pemerintah Vanuatu ke Kepulauan Solomon karena pelanggaran kegiatan bisnisnya. Namun pihak imigrasi Solomon menolak pendeportasian Andy, pihak imigrasi Solomon malah mengarahkan deportasi Andy ke Australia. Tak beda dengan Pemerintah Solomon, Pemerintah Australiapun juga menolak dan mereka mengirim Andy kembali ke Vanuatu tanggal 10 Februari 2006 (http://www.paclii.org/journals/fJSPL/vol10no2/5.shtml).Tanggal 14 Mei 2012, Andy ditangkap karena kembali membuat onar di negara Vanuatu dengan melakukan protes terhadap kebijakan Pemerintahan Vanuatu, selain itu protes dilakukan tanpa ijin yang sah. Isi dari protes Andy ini adalah penolakan terhadap kedatangan pesawat militer Vanuatu yang membawa 100 unit komputer sebagai bagian dari perjanjian kerja sama yang ditandatangani Pemerintah Indonesia dan Vanuatu.

Saat ini Andy Ayamiseba mewakili WPNCL (West Papua National Coalition For Liberation), yang aktif untuk menuntut WNPCL sebagai representative masyarakat Papua di Melanesia Spearhead Group (MSG), melihat kiprah bisnis Andy di Vanuatu dan MSG merupakan forum perdagangan dan perekonomian negara-negara melanesia maka timbullah pertanyaan, apakah Andy memanfaatkan WPNCL untuk memuluskan bisnis dagangnya?

Jacob Rumbiak, Tokoh Yang (patut) Dilupakan

14029757341661530018

Jacob Rumbiak

(http://www.wakaphotos.com/msg-summit-in-noumea/)

Jacob Rumbiak lahir di Ayamaru, Sorong 11 Maret 1955, menikan dengan wanita Australia keturunan Irlandia-Israel dan memiliki tiga orang putra. Salah satu aktivis Papua di luar negeri ini adalah lulusan IKIP Bandung dan kemudian mengajar di Unniversitas Cendrawasih, Jayapura pada tahun 1987. Pada masa ia mengajar di Uncen inilah, Jacob mulai aktif dalam kegiatan-kegiatan politik OPM. Namanya semakin mencuat ketika ia dipenjara bersama Xanana Gusmao di LP Cipinang.

Jacob Rumbiak adalah salah satu pendiri West Papua National Autority (WPNA) bersama Edison Waromi, Stepanus Paigy, Kaliele, Sonny Mosso, Theryanus Yoku, Herman Wanggai dan Jonah Wenda. Salah satu faksi politik OPM ini dideklarasikan pada tanggal 15 Juli 2004 di Wewak, Papua New Guinea. Thema Kongresnya pada waktu itu adalah “The West Papua National Congress”.Ketua Panitia dalam Kongres ini adalah Jonah Wenda, sering mengaku sebagai jubir OPM. Dalam kongres tersebut, Jacob Rumbiak menginkan menghapus nama “OPM” karena OPM dianggap antiproduktif terhadap perjuangan Papua di luar negeri, karena beberapa aktivitas “OPM” melanggar Hak Asasi Manusia, sehingga rentan dianggap sebagai organisasi terror. Jacob Rumbiak menginginkan milisi-milisi OPM yang ada akan

Namun pernyataan Jacob Rumbiak ini mendapat proteskeras oleh Sebby Sambom dkk, yang menghadiri Kongres ini. Sebby Sambom berpendapat bahwa TPN-OPM bukan merupakan Organisasi Teroris, melainkan organisasi Perjuangan Pembebasan Papua Barat, yang sama dengan Palestine Liberation Organization (PLO). Walaupun seperti yang kita tahu, PLO juga kerap menggunakan cara-cara terror dalam melaksanakan aksinya, seperti penembakan athlete asal Israel di Munich.

Dalam perkembangannya, Jacob Rumbiak diangkat sebagai Menteri Luar Negeri Negara Republik Federal Papua Barat (NRFPB) dengan Forkorus Yaboisembut sebagai Presidennya dalam Kongres ketiga Kongres Rakyat Papua (KKR) di Lapangan Sakeus, Jayapura, 19 Oktober 2011. Dalam usaha WNPCL untuk masuk dalam keanggotaan MSG, mendapat tentangan keras dari Jacob Rumbiak, ia menyampaikan bahwa NRFPB lah yang berhak bila masuk MSG, karena NRFPB ia klaim didukung oleh 2,5 rakyat Papua dalam kongres di Lapangan Sakeus, sedangkan WNPCL hanya didukung oleh kepentingan pribadi tokoh Papua di Vanuatu. Jacob Rumbiak mengklaim bahwa ialah representative sah masyarakat Papua di luar negeri.

Benny Wenda, Ketika Kulit Durian Semanis Buahnya dan Buahnya Seburuk Kulitnya

14029759031174168914

Benny Wenda bersama Walikota Sementara Oxford Niaz Abbas, Saat ini tidak lagi menjabat Walikota Oxford

(http://daerah.sindonews.com/read/771551/26/knpb-kantor-opm-di-belanda-diresmikan-hari-ini)

Benny Wenda, lahir di Wamena pada tahun 1975, dilahirkan dari suku yang mendukung integrasi NKRI, Benny memilih jalannya sendiri. Nama Benny Wenda mulai dekenal public ketika ia ikut andil dalam penyerangan Abepura ketika 7 Desember 2000 yang berujung pada kematian seorang aparat keamanan dan seorang warga sipil asal Papua yang bekerja sebagai satpam di Kantor Dinas Otonom Tk I, Irian Jaya, Kotaraja. Benny Wenda dipenjara akibat kejadian tersebut dan divonis dengan hukuman 25 tahun penjara, tapi berhasil melarikan diri ke Papua New Guinea pada 27 Oktober 2001 dengan bantuan anggota OPM dan campur tangan LSM Eropa. Dari sinilah Benny Wenda memulai aktivitasnya di luar negeri.

Sekitar pertengahan Oktober 2008, terinspirasi dari keberhasilan Parliamentarians for East Timor (IPET) sebagai salah satu organisasi yang mendukung kemerdekaan Timor Leste, Benny Wenda memprakarsai terbentuknya International Parliamentarians for West Papua (IPWP). Sebagai catatan, kekuatan IPWP bergantung pada dukungan anggota parlemen dari berbagai Negara, sehingga IPWP tidak mencerminkan sikap parlemen Inggris yang terdiri dari 646 anggota House of Commons dan 746 anggota House of Lords, karena IPWP hanya bisa meyakinkan dua anggota parlemen Inggris Lord Harries of Pentregarth MP dan Hon. Andrew Smith MP. Kabar “kegagalan” Benny Wenda untuk meyakinkan mayoritas anggota parlemen Inggris, ia sulap menjadi “keberhasilan” meyakinkan dua anggota parlemen Inggris, sehingga terjadilah euphoria diantara aktivis OPM di Papua, menganggap bahwa Pemerintah Inggris mendukung OPM. Lucunya, pemerintah Indonesia juga bereaksi berlebihan bahkan sangat reaktif terhadap manuver IPWP yang sebenarnya tidak signifikan.

1402976487333387245

Susunan Kepemerintahan Kota Oxford yang baru : Mohammad Abbasi (The Sheriff Of Oxford), Delia Sinclair (The Lord Mayor Of Oxford) dan Tonny Brett (The Deputy Mayor Of Oxford)

(http://www.oxfordtimes.co.uk/news/10443765.New_mayors_take_the_chair/)

Reaksi berlebihan terhadap kegiatan “tak seberapa” Benny Wenda juga terlihat ketika Moh Niaz Abbasi, Walikota sementara Oxford meresmikan kantor perwakilan OPM di Oxford. Posisi Niaz Abbasi sebagai walikota sementara yang akan mundur pada Mei 2014 atau hanya sebulan setelah ia meresmikan kantor tersebut, sangatlah tidak signifikan, ditambah kehadiran Niaz Abbasi bukan mewakili pemerintah Inggris. Dubes Inggris untuk Indonesia menyampaikan terkait hal ini bahwa menurut Dubes Inggris, pemerintahnya sama sekali tidak terlibat urusan pembukaan Kantor perwakilan OPM di negerinya itu. Kehadiran Dewan peresmian kantor OPM itu sama sekali tidak mewakili sikap pemerintah Inggris. Dewan Kota Oxford meresmikan kantor OPM secara mandiri, tanpa meminta persetujuan terlebih dahulu dari pemerintah pusat di London. Dewan Kota Oxford tidak memiliki pengaruh terhadap kebijakan luar negeri pemerintah Inggris. Mereka mengambil keputusan sendiri untuk meresmikan kantor Free West Papua. Segala bentuk tindakan mereka tidak ada hubungannya dengan pemerintah Inggris dalam hal ini.

Papua : In ….. We Trust

Tiga tokoh Papua di luar negeri yang berpengaruh sudah dibahas, sayangnya “titik-titik” belum bisa terisi dengan baik. Tokoh-tokoh Papua yang berteriak “penegakan HAM”, “Merdeka” hanya sibuk terhadap kepentingan kelompoknya saja, masing-masing ingin dianggap paling “berjasa”, paling “eksis” atau paling “pejuang”. Entah mereka berjuang untuk siapa? Kelompoknya kah? Diri sendiri kah? Mungkin “titik-titik” diatas memang tidak layak untuk diisi.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline