Lihat ke Halaman Asli

Penangkapan Duo Rambo Papua dan Degradasi Perjuangan Kelompok Faksi Militer OPM

Diperbarui: 17 Juni 2015   19:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14144017471229739745

[caption id="attachment_331415" align="aligncenter" width="567" caption="Ilustrasi (Sumber : http://www.edge-ucator.com/members/tmarch/freedom2/webquest.htm)"][/caption]

Saat ini, hiruk pikuk pemberitaan berbagai media di Indonesia terfokus kepada pembahasan kabinet yang dipimpin oleh Jokowi. Salah satu wanita asal Papua, Yohanna Yembise, didaulat menjadi Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Berbagai media membahas tentang Yohana Yembise dari berbagai sisi. Tetapi kali ini saya tidak akan membahas tentang menteri wanita pertama dari kampung saya ini, ada satu topik berita penting terkait Papua yang terkubur di tengah hingar bingarnya pemberitaan media terkait pembahasan kabinet. Kemarin, (26/10) 2 tokoh muda dari kelompok faksi militer OPM (sering dibahasakan sebagai Kelompok Kriminal Bersenjata/KKB), Enggangrangkok Wonda alias Pinus Wonda alias Rambo Wonda dan Derius Wanimbo alias Rambo Tolikara tertangkap tim khusus Polda Papua di Wamena, ibu kota Kabupaten Jayawijaya.

Dua orang yang sama-sama dipanggil “Rambo” ini ditangkap bersama dengan 5 anak buahnya saat sedang berada di Hotel Boulevard Jalan Patimura, Wamena-Kabupaten Jayawijaya, Minggu 26 Oktober 2014 sekitar pukul 13.00 WIT. Dalam penangkapan ini aparat keamanan juga mengamankan 2 megasen peluru 7,62 mm sebanyak 29 butir, pisau 1 buah, cap 6 buah, dan uang cash Rp 220.000. Aparat Keamanan juga sempat menembak betis kanan Rambo Wonda karena sempat berusaha melarikan diri dalam usaha penangkapan tersebut. Penulis melihat, bahwa penangkapan ini sangat menarik untuk dibahas karena keduanya, baik Rambo Wonda yang berumur 27 tahun dan Rambo Tolikara yang berumur 30 tahun merupakan penggambaran dari generasi muda pimpinan kelompok faksi militer OPM (Kelompok Kriminal Bersenjata). Oleh karena itu, sepak terjang kedua “rambo” Papua ini merupakan penggambaran dari bagaimana sepak terjang kelompok faksi militer OPM di masa yang akan datang.

Sepak Terjang Duo Rambo Papua

Baik Rambo Wonda maupun Rambo Tolikara merupakan generasi “penerus” kepemimpinan kelompok dari faksi militer OPM. Menurut Kepala Hubungan Masyarakat (Kabid Humas) Polda Papua Komisaris Besar Polisi Sulistyo Pudjo Hartono, Rambo Tolikara merupakan pimpinan kelompok faksi militer OPM (Kelompok Kriminal Bersenjata) di daerah Balingga hingga Tolikara, ia terkait dengan aksi penyerangan warga sipil dan aparat di wilayah Kabupaten Tolikara.

Sedangkan rekam jejak Rambo Wonda bisa dibilang lebih “mentereng” dibandingkan Rambo Tolikara, ia adalah tangan kanan kelompok pimpinan Puron Wonda, salah satu kelompok faksi militer OPM yang sangat aktif saat ini. Kelompok ini sering disebut sebagai kelompok Pilia, karena bermarkas di Pilia, Lany Jaya. Rambo Wonda, yang juga merupakan saudara dari Puron Wonda ini terlibat dalam kasus penembakan yang menewaskan 3 anggota Brimob pada 24 Oktober 2011, penyerangan dan perampasan senjata anggota Brimob pada 28 Januari 2011, penyerangan Mapolsek Pirime yang menewaskan 3 anggota Polsek Pirime pada 28 Januari 2012 dan terakhir menyerang dan merampas senjata Pratu Laode Alwi, anggota TNI 753/AVT Pos Ilu, pada 8 Maret 2012.

Tertangkap Karena Informasi Masyarakat

Terkait penangkapan ini, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas (Karo Penmas) Mabes Polri Brigjen Pol Boy Rafli mengatakan bahwa penangkapan tersebut atas informasi dari masyarakat. Sedangkan, Kabid Humas Polda Papua Kombes Sulistyo Pudjo menyampaikan hal serupa, ia juga menambahkan bahwa Polri dan TNI sangat berterima kasih yang setinggi tingginya kepada masyarakat baik yang berada di Wamena, Tolikara, Puncak Jaya dan Lani Jaya yang tetap setia memberikan informasi dan bantuan kepada Polri dan TNI sehingga Rambo Wonda, Rambo Tolikara dapat tertangkap.

Aktivitas beberapa kelompok dari faksi militer OPM, terutama kelompok Puron Wonda yang merupakan pimpinan dari Rambo Wonda, memang kerap membuat resah masyarakat dan pemerintah setempat. Terkait aktivitas kelompok Puron Wenda di Lanny Jaya ini, Bupati Lanny Jaya, Befa Jigibalom mengatakan bahwa ia pernah memberikan kepada kelompok ini sekitar 20-30 juta untuk uang “keamanan”. Namun kelompok ini terus meminta uang dengan besaran yang terus meningkat. Bega Jigibalom akhirnya tidak lagi memberikan uang kepada kelompok ini karena takut uang tersebut akan dibelikan senjata dan amunisi. Kemudian sekitar akhir Juli 2014 lalu, Pemerintah Kabupaten Lanny Jaya, Papua mengklaim kelompok Puron Wenda telah menguasai 2 kampung yakni Kampung Pirime Balinga dan Kampung Kwiyawagi.

Tidak hanya mengganggu masyarakat dan pemerintah setempat, aktivitas kelompok-kelompok dari faksi militer OPM ini juga sering mendapat kecaman dari aktivis OPM lainnya, terutama dari kelompok-kelompok dari faksi politik OPM. Di masa lalu, dalam Kongres pembentukan WPNA, tanggal 15 Juli 2004 di Wewak, Papua New Guinea yang dihadiri oleh tokoh-tokoh dari kelompok faksi politik OPM seperti Jacob Rumbiak, Edison Waromi, Stepanus Paigy, Kaliele, Sonny Mosso, Theryanus Yoku, Herman Wanggai dan Jonah Wenda, mengkritik pola perjuangan OPM faksi militer. Dalam pertemuan tersebut Jacob Rumbiak menginkan menghapus nama “OPM” karena OPM dianggap antiproduktif terhadap perjuangan Papua di luar negeri, karena beberapa aktivitas “OPM” melanggar Hak Asasi Manusia, sehingga rentan dianggap sebagai organisasi terror. Di masa ini, Ketua KNPB yang merupakan tokoh muda dari faksi politik OPM, Victor Yeimo, juga mengkritik pola perjuangan kelompok faksi militer OPM. Ia menyampaikan bahwa anggota KNPB tidak layak dijadikan DPO, anggota TPN/OPM lah yang layak dijadikan DPO karena perjuangannya berdasarkan kekerasan.

Degradasi Nilai Perjuangan OPM Faksi Militer

OPM didirikan pada awalnya untuk melepaskan Papua dari Indonesia demi kesejahteraan rakyat Papua. Dua titik poin pentingnya adalah “usaha melepaskan Papua dari Indonesia” dan “demi kesejahteraan rakyat Papua”. Tetapi dalam perkembangannya, aktifitas kelompok-kelompok OPM faksi militer ini begitu jauh dari dua poin penting tersebut. Kekerasan, yang merupakan ciri dari aktifitas kelompok faksi militer OPM ini dianggap sebagai kontra produktif terhadap perjuangan kelompok faksi politik OPM di luar negeri yang sering menjual isu hak asasi manusia. Pemerasan terhadap masyarakat sekitar dan pemerintah daerah juga menghilangkan dukungan masyarakat Papua terhadap kelompok-kelompok dari faksi militer OPM ini. Penangkapan terhadap dua “Rambo” Papua yang merupakan hasil informasi dari masyakarat Papua merupakan bukti dari hal ini.

Kelompok-kelompok dari faksi militer OPM yang saat ini sering dibahasakan sebagai Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) seakan menjadi penggambaran nyata degradasi perjuangan kelompok-kelompok ini. Mereka bukan lagi kelompok freedom fighter yang memperjuangkan nasib rakyat Papua, mereka hanya kelompok kriminal yang menggunakan senjata demi kepentingan kelompoknya. Tidak peduli kemana moncong senjata itu mereka todongkan, bisa kepada aparat keamanan atau masyarakat Papua sendiri.

http://regional.kompas.com/read/2014/10/26/23513251/Duo.Rambo.Tertangkap.di.Papua

http://news.liputan6.com/read/2106496/baku-tembak-di-lanny-jaya-1-anggota-opm-tewas

http://www.bergelora.com/nasional/politik-indonesia/1243-dpr-ri-prioritaskan-kesejahteraan-rakyat-papua.html

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline