Lihat ke Halaman Asli

Peristiwa Paniai: Kekalahan Indonesia dari OPM

Diperbarui: 17 Juni 2015   15:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14186230961021200991

[caption id="attachment_341372" align="aligncenter" width="624" caption="Ilustrasi (sumber : Shutterstock, http://nasional.kompas.com)"][/caption]

Saya membuka tulisan saya kali ini dengan ungkapan kedukaan mendalam saya terhadap para koban peristiwa Paniai, saudara kami Yulian Yeimo, Simon Degei, Alpius Gobay dan Alpius Youw. Semoga kedamaian-Nya menyelimuti kepergian mereka.

Peristiwa Paniai adalah peristiwa kemanusiaan yang merenggut korban yang namanya sudah saya sebutkan di atas. Sekali lagi, semoga damaiNya selalu menyertai kepergian mereka. Bila anda melihat berbagai kabar berita mengenai peristiwa ini, ada berbagai versi kronologis terjadinya peristiwa ini yang berbeda satu dengan lainnya, ada versi aparat keamanan, versi Dewan Adat Papua (DAP), versi pemerintah daerah Paniai dan versi Komite Nasional Papua Barat (KNPB) serta mungkin ada versi lain yang belum saya sebutkan. Hal ini menyebabkan kejelasan peristiwa ini begitu simpang siur.

Hal tersebut berbuntut panjang sampai pada adanya penolakan terhadap kedatangan Jokowi yang akan menghadiri Perayaan Natal Nasional di Papua, akhir Desember 2014 dalam kapasitasnya sebagai presiden. Kompasianer senior, Opa Jappy dan kompasianer Evha Uaga sudah membahas mengenai penolakan terhadap Jokowi ini dengan sangat baik. Saya akan mencoba membahas peristiwa ini dari sisi lain, yaitu bagaimana peristiwa Paniai akan mempengaruhi usaha melepaskan Papua dari Indonesia.

Natal 2015 di Papua

Kehadiran Jokowi dalam Perayaan Natal Nasional yang pertama kalinya diselenggarakan di Papua 2015 nanti adalah program penting bagi Papua dan Indonesia. Pertama rencana kedatangan Jokowi tersebut akan, paling tidak, menggambarkan keseriusan dan komitmen Jokowi kepada rakyat Indoneisa di Papua dalam mengurus Papua seperti yang ia janjikan ketika menjadi kandidat presiden. Kedua salah satu anggota panitia Penyelenggaraan Natal Nasional di Papua, Pdt. Lipiyus Biniluk,S.Th, mengatakan bahwa Perayaan Natal Nasional di Papua tersebut akan dihadiri para dubes dari negara-negara sahabat (sumber). Sehingga dengan kedatangan mereka di Papua, mereka akan melihat perkembangan ekonomi di Papua dan concern pemerintahan Jokowi untuk Papua secara langsung.

Dari hal tersebut, secara kasat mata akan terlihat bahwa Perayaan Natal Nasional di Papua nanti akan menghambat usaha OPM (Organisasi Papua Merdeka) dalam diplomasinya di luar negeri untuk memisahkan Papua dari Indonesia. Sayangnya peristiwa Paniai pun terjadi, terlepas dari siapa yang bersalah dalam peristiwa ini, bila dilihat dari kacamata Pemerintah Indonesia vs OPM, maka peristiwa Paniai akan menguntungkan OPM dan sangat merugikan Pemerintah Indonesia. Entah hal ini suatu kebetulan, atau ada skenario di belakangnya, satu hal yang pasti adalah peristiwa Paniai sangat menguntungkan diplomasi OPM di luar negeri.

Desember 2014 di Papua

Bila kita mundur beberapa hari ke belakang sebelum peristiwa terjadi, ada beberapa pergerakan kelompok-kelompok OPM sayap militer. Kelompok Goliath Tabuni yang dibantu oleh kelompok pimpinan Militer Murib dan kelompok pimpinan Lekagak Telanggen menyerang dua anggota Brimob Polda Papua, Iptu Thomson Siahaan dan Bripda Apriyanto Forsen. Keduanya tewas tertembak di depan Kantor Bupati Ilaga ketika mempersiapkan perayaan menjelang Natal di Kantor Bupati Ilaga. Beberapa hari kemudian kelompok Pilia, pimpinan Puron Wenda dan Eden Wanimbo mengundang wartawan ke markasnya. Liputan dilaporkan 3 bagian dengan memamerkan persenjataan kelompok ini dan kesiapan serta komitmen kelompok ini untuk melawan pemerintah Indonesia (sumber).

Di Paniai, ada sebuah kelompok sayap militer OPM yang saat ini sedang meredup. Kelompok ini adalah TPN/OPM Komando Daerah Paniai-Nabire pimpinan Leo Magai Yogi. Kepemimpinan Leo Magai Yogi di kelompok ini bukan diberikan karena kharisma, pengalaman bergerilya atau lainnya. Leo Magai Yogi menjadi pemimpin kelompok melalui keluarganya. Kelompok ini awalnya dipimpin oleh Thadius Magai Yogi, ayah dari Leo Magai Yogi. Dalam kepemimpinan Thadius, kelompok ini menjadi salah satu kelompok yang disegani oleh kelopok OPM sayap militer lainnya. Ketika Tahdius meninggal, kepemimpinan diambil oleh John Magai Yogi, kakak dari Leo Magai Yogi. Dalam kepemimpinannya, kelompok ini mulai mengalami penurunan. Hingga saat ini John digantikan Leo Magai Yogi, yang sedang berusaha mendapatkan pengakuan dari anggota kelompoknya dan pimpinan kelompok dari sayap militer lainnya.

Apakah kelompok ini yang dimaksud Gatot Nurmantyo (Kepala Staf TNI Angkatan Darat) sebagai kelompok yang menembakan senjata dari atas bukit Gunung Merah dalam kerusuhan yang terjadi di Paniai? Hasil penyelidikan terhadap proyektil atau selongsong yang tertinggal akan menjawab pertanyaan ini (sumber)

Konflik di Papua : Sebuah Enigma

Meletusnya senapan, terlontarnya peluru dan tertumpahnya darah adalah hal yang bukan pertama kali terjadi di Papua. Ada semacam hal yang miris terjadi bila aksi tembak-tembakan itu telah terjadi. Apabila dalam suatu bentrokan, korban yang terjatuh dari pihak aparat keamanan, maka aparat keamanan akan menunjuk OPM sebagai organisasi teroris yang kerap melanggar HAM. Sedangkan jika korban yang terjatuh dari pihak lainnya, maka OPM akan menunjuk aparat keamanan dan pemerintah Indonesia sebagai penjajah, kolonialis. Kedua pihak bersembunyi dalam sebuah karya demokrasi, Hak Asasi Manusia.

Sedangkan korban, baik dari aparat keamanan, masyarakat sipil atau pihak OPM, tetap saja menjadi korban. Keluarga dari korban, tetap saja akan kehilangan anggota keluarganya. Dan konflik, tidak akan pernah bertemu dengan ujungnya.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline