Lihat ke Halaman Asli

Sampai Titik Penghabisan

Diperbarui: 10 November 2021   22:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

''Gelora perjuangan dalam Pengkhianatan'' 

Sebuah karya apresiasi dari semangat keberanian dan kepahlawanan.

Robert Wolter Monginsidi adalah seorang tokoh Pahlawan Nasional yang berasal dari pulau Sulawesi. Beliau yang juga dikenal dengan nama masa kecilnya sebagai Bote, lahir di Malalayang, Manado, Sulawesi Utara pada 14 Februari 1925.

Hidup dalam kehidupan yang sangat sederhana tak membuat semangat Robert gentar dalam melanjutkan pendidikan. Kehidupannya semasa kecil dimulai dengan mengenyam pendidikannya pada tahun 1931 di sekolah dasar (Hollands Inlandsche School atau HIS), lalu melanjutkan pendidikannya ke sekolah menengah (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs atau MULO) di Frater Don Bosco di Manado.

Akan tetapi, pada tahun 1942, saat Perang Pasifik meletus dalam Perang Dunia II, Jepang datang dan menduduki wilayah Indonesia. Kondisi inipun membuat beliau terpaksa untuk berhenti dari sekolahnya. Robert kemudian dididik untuk menjadi seorang guru bahasa Jepang di sebuah sekolah di Tomohon. Setelah studinya, ia pun mengajar bahasa Jepang di Liwutung, Minahasa, dan Luwuk, Sulawesi Tengah. Namun, tugasnya menjadi guru tidaklah berlangsung lama. Beliau ingin mendapat pendidikan yang lebih tinggi lagi. Robert pun memutuskan untuk pindah ke Makassar, sampai Indonesia pun memproklamasikan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945.

Belanda yang tidak terima dengan kemerdekaan Indonesia pun lalu kembali datang dengan membawa tentara NICA (Netherlands Indies Civil Administration) pada bulan September tahun 1945. Bahkan kota Makassar pun telah diduduki oleh mereka kala itu. Rakyat pun menjadi marah. Mereka tidak ingin dijajah lagi oleh Belanda. Melihat kondisi ini, Robert yang tidak menerima kedatangan Belanda, memulai pergerakan dalam perjuangannya melawan NICA di Makassar.

Pada tanggal 17 Juli 1946, Mongisidi dengan Ranggong Daeng Romo dan lainnya membentuk Laskar Pemberontak Rakyat Indonesia Sulawesi (LAPRIS), yang mengadakan perlawanan dan menyerang posisi Belanda.

Semangat perjuangan Robert yang semakin menggebu-gebu membuat Belanda kesal. Dengan rasa kesal ini, Belanda membuat sayembara bahwa bagi siapa yang menemukan Robert akan mendapatkan hadiah. Belanda juga sampai menugaskan polisi rahasia untuk mencari dan menemukan Robert. Dan tak disangka-sangka, ternyata disaat inilah Robert tertangkap karena pengkhianatan oleh rekan-rekannya sendiri yang telah termakan oleh suap dari Belanda. Beliau tak melawan saat ditangkap, karena ia memikirkan keselamatan rakyat sekitar ditempat dia tertangkap.

Pada bulan Februari 1947, Robert berhasil ditangkap. Namun, karena keberaniannya, ia pun terus dibujuk untuk bersedia bekerja sama membantu Belanda. Tentu saja beliau menolak hal ini dengan keras. Pada 26 Maret 1949, Robert pun diadili oleh pengadilan Belanda. Karena terus menolak tawaran Belanda, Robert pun dituduh dan dijatuhi hukuman mati oleh Belanda. 

Beliau dieksekusi oleh tim penembak pada 5 September 1949. Walaupun kematian sudah didepan mata, tapi Robert tetap tak gentar yang menunjukkan bagaimana rasa bangga yang ada didalam dirinya atas perjuangannya selama ini bagi tanah air tercinta.

"Saya jalani hukuman tembak mati ini dengan tenang, tidak ada rasa takut dan gentar demi kemerdekaan bangsa Indonesia tercinta," katanya dengan penuh keyakinan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline