Lihat ke Halaman Asli

WON Ningrum

Peace of mind, peace of heart...

Menyampaikan Kebenaran

Diperbarui: 14 Februari 2020   19:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi foto: freepik.com

Apakah menyampaikan kebenaran itu baik? Jawabnya: sangat baik. Hai ini bahkan diwajibkan selagi kita mampu melakukannya. Untuk apa? Agar kita yang sudah tidak lagi mengindahkan kebenaran bisa tersadarkan untuk kembali kepada jalan kebenaran dan sekaligus mengamalkan dan menyebarkan kembali kebenaran itu. Menyampaikan kebenaran sama juga dengan aktivitas dakwah, yang diwajibkan bagi setiap Muslim.

Yang jadi masalah biasanya bagaimana menyampaikan kebenaran itu dengan benar dan baik. Jadi, menyampaikan kebenaran tentu ada syaratnya. Yakni, kebenaran itu harus disampaikan dengan perkataan yang baik, dan penuh dengan hikmah dan pengajaran yang baik agar bisa "menyentuh hati" yang mendengarnya sehingga nilai-nilai kebenaran bisa tersampaikan dengan baik (amar ma'ruf) dan nilai-nilai yang buruk bisa dijauhkan sejauh-jauhnya dari kehidupan kita sebagai manusia (nahi munkar). 

Jika dalam menyampaikan kebenaran menggunakan kata-kata yang buruk dan disertai dengan perilaku yang buruk, bagaimana mungkin nilai-nilai yang baik tadi bisa tertanam dalam hati dan bisa diamalkan?

Sebuah suri teladan yang baik telah datang dari Rasulullah untuk diikuti dan diterapkan dalam kehidupan kita. Bagaimana sikap dan akhlak Rasulullah ketika mengalami halangan, hambatan dan tantangan dalam berdakwah? Kisah-kisah dalam perjalanan dakwah Rasulullah bisa menjadi pedoman.

Ketika beliau pernah diusir dari tempat kelahirannya di Mekah lalu akhirnya hijrah ke kota Madinah, semua dilalui Rasulullah dengan sabar dan tawakal. Tak sedikit pun keluar keluh kesah dari lisannya yang mulia. Tidak hanya itu. Semasa masa kenabiannya, beliau pun sering menerima cemoohan, hinaan baik berupa perkataan, maupun tindakan.

Pernah suatu hari, ketika Rasulullah berdakwah di Thaif (sebuah kota di Provinsi Mekah), beliau diusir dan dilempari batu dan kotoran oleh anak-anak kecil, dan budak-budak. Sampai-sampai Malaikat penjaga gunung merasa marah dan ingin menimpakan gunung di tengah-tengah penduduk Thaif. Tetapi, keluhuran akhlak Nabi Muhammad yang tinggi mencegahnya. Alih-alih marah dan mengiyakan malaikat untuk menimpakan gunung kepada penduduk Thaif, beliau justru mendoakan agar warga Thaif diberikan petunjuk oleh Allah.

Ini yang terkadang kita lupakan. Apa yang dicontohkan Nabi Muhammad sangatlah jelas. Rasulullah selalu mendahulukan akhlak mulia di atas segala-galanya, apa pun masalah dan seburuk apa pun kondisinya.

Rasulullah juga akan melihat siapa "objek dakwah"-nya sebelum menyampaikan risalah kebenaran. Dalam setiap riwayat, terlihat bahwa metode Rasulullah dalam menyampaikan kebenaran (dakwah) terkadang tidak sama pada setiap orang atau kasus. Rasulullah seperti mengetahui betul siapa yang akan ia ajak untuk berbicara dan menyampaikan kebenaran itu.

Hasilnya, orang-orang yang telah mendapatkan penerangan Rasulullah selalu mendapatkan hikmah kebijaksanaan yang tinggi, dan pada akhirnya mengikuti ajaran Rasulullah, ajaran agama Islam.*

Referensi:

[1] [2]




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline