Elo Progo, Penginapan Alami dan Nyeni
Tidak mudah mencari penginapan yang berkonsep alami sekaligus bernuansa seni. Terutama, yang alami dari segi lokasi, arsitektur bangunan, dan juga misi penginapan secara keseluruhan. Lebih sulit lagi mencari penginapan alami yang sarat dengan cita rasa seni. Memadukan nilai-nilai alam dan cita rasa seni dalam suatu bangunan bukanlah sesuatu yang mudah. Karena itu, ketika saya mencari penginapan yang memenuhi kedua unsur tersebut saya perlu waktu yang cukup lama. Hingga akhirnya, secara tidak sengaja, saya menemukan Elo Progo Art House di sebuah situs pemesanan hotel. Tanpa berpikir panjang saya pun langsung memesannya.
Apa yang istimewa dari penginapan Elo Progo? Letaknya tersembunyi, di ujung kawasan pemukiman sebuah dusun di Desa Wanurejo, Mungkid, Borobudur, Jawa Tengah. Dari jalan raya utama jaraknya kurang lebih 1,5 kilometer. Yang istimewa lagi, penginapan ini berada di tepi pertemuan dua sungai, Sungai Elo dan Sungai Progo yang berhulu di Gunung Sindoro-Sumbing di Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah.
Penginapan ini terdiri dari 7 bangunan. Tiga kamar individual untuk menampung satu orang yang tanpa kamar mandi dalam. Dua villa berlantai 2 dengan kamar mandi dalam. Kelima bangunan tersebut berada di taman pekarangan yang luas yang ditumbuhi pepohonan tinggi dan rindang. Dua kamar lain dengan kamar mandi dalam yang terbuka berada di deretan dekat rumah sang pemilik. Di belakang kebun pekarangan luas itu terdapat galeri lukisan yang memajang lukisan karya Sony Santosa, pemilik Elo Progo Art House, seorang pelukis autodidak dan seniman.
Terbuka dengan Alam
Saya tiba di penginapan Elo Progo saat senja ketika matahari baru saja terbenam. Area parkirnya luas. Di luar gerbang masuk terdapat tugu dengan patung wajah perempuan yang mulai pudar. Tidak jauh dari situ terdapat sebuah pendopo kecil yang dapat dijadikan tempat untuk beribadah. Fasilitas lain adalah semacam teater terbuka yang kondisinya kurang terawat. Selintas kesan yang didapat bahwa Elo Progo juga dijadikan tempat untuk kegiatan kesenian.
Saya pun memasuki gerbang yang tanpa pintu itu dan disambut oleh Arim yang mengelola penginapan. Di sayap kiri jalan setapak terdapat bangunan rumah tinggal yang dari segi desain, warna dan arsitektur sangatlah eksentrik. Di sayap kanan terdapat bangku dan meja yang biasa digunakan sebagai tempat makan para tamu. Dua hammock tampak bergelantungan di pohon. Di tepi sebelah kanan terlihat jelas Sungai Elo Progo yang suara alirannya menderu-deru.
"Mari saya antarkan ke villa," kata Arim sambal membawakan tas saya. Saya melewati dua kamar tamu yang letaknya berhadap-hadapan. "Villanya di sebelah sana," kata Arim lagi. Saya melanjutkan langkah melewati jalan setapak berbatu, di sebelah kanannya terdapat kebun.
Kemudian kami tiba di pekarangan berumput luas yang ditumbuhi pohon tinggi dan juga perdu. Hembusan angin senja di bawah rintik hujan membuat udara menjadi sedikit dingin. Suasana sangat alami dan asri. Inilah tempat yang saya cari, begitu saya membatin.
Villa dan kamar-kamar lainnya memiliki desain dan arsitektur yang unik. Karena berkonsep alami, batu bata bangunan villa tidak diplester dengan semen, tapi dibiarkan begitu saja. Keseluruhan bangunan tidak ada yang dicat. Ornamen dan hiasan pada pintu, jendela atau pun tembok menggunakan kaca-kaca simetris yang berwarna.
Villa tempat saya menginap terdiri dari dua lantai. Lantai bawah villa sangat terbuka. Di situ terdapat ruang tamu, dapur kecil, dan juga kamar mandi. Ruang tamunya memiliki jendela yang tidak ditutupi apa pun kecuali kumpulan dahan yang memang sengaja diletakkan sehingga menutupi sebagian jendela besar itu.
Terbaca bahwa konsep bangunan terbuka dengan alam. Di dapur, kompor diletakkan sedemikian rupa sehingga langsung berdekatan dengan jendela yang terbuka. Kamar mandi memiliki langit-langit tinggi. Tembok dan lantainya sebagian ditempeli potongan-potongan ubin yang ditata sedemikian rupa sehingga tampak unik dan menarik.
Unsur kayu jelas menjadi yang utama dari bangunan villa ini, mulai pilar, tangga, hingga kamar tidur di lantai atas. Untuk melancarkan aliran udara, dibuat banyak kisi-kisi jendela sehingga angin masuk-keluar berseliweran. Meskipun alami, sentuhan estetika seni tetap terjaga di keseluruhan bangunan. Mereka yang menyukai seni dan alam dipastikan akan merasa betah tinggal di villa ini.
Bukan untuk Anak-Anak
Elo Progo memang bukan buat semua orang. Ia hanya diperuntukkan bagi mereka yang menyukai alam dan seni sekaligus. Letaknya yang tersembunyi dan jauh dari pusat keramaian sering tidak menjadi pilihan banyak orang. Kebanyakan yang menginap di sini adalah wisatawan asing yang mencari keheningan dan juga suasana alami. Kamar untuk tamu tidak dilengkapi dengan pesawat televisi. Fasilitas Wifi hanya tersedia di tempat makan.
Konstruksi bangunan juga kurang cocok untuk anak-anak di bawah usia 8 tahun sebab anak tangganya yang dari kayu terbuka dengan pegangan terbuat dari batang pohon asli.