Lihat ke Halaman Asli

Nasionalisme Perusahaan-perusahaan di Indonesia

Diperbarui: 26 Juni 2015   06:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Indonesia memasuki Gerbang Pasar Bebas. Indonesia harus bisa memberikan proteksi-proteksi menguntungkan bagi Bangsa dan Negara. Proteksi Konvensional yang paling sering dilakukan adalah dengan mengatur keran Pajak Masuk, dengan Pasar Bebas, keran itu bisa tidak berlaku lagi.

Solusi strategis adalah dengan membuat aturan Perusahaan di Indonesia. Seperti aturan Agraria, bahwa Negara memberikan batasan bagi kepemilikan asing. Semestinya, Indonesia juga membuat aturan untuk masalah kepemilikan Perusahaan Asing di Indonesia.

Hendaknya kepemilikan perusahaan asing di Indonesia dibatasi maximal hingga 50% saja. 50% sisanya bisa menjadi milik BUMN atau milik Masyarakat Indonesia atau Publik.

Jadi, setiap Perusahaan asing yang akan membuat usahanya atau kantor cabangnya di Indonesia, maka mereka harus bekerjasama dengan BUMN, atauPerusahaan Swasta milik WNI.

Hal ini bisa beralasan ketika mereka memprotes. Kita bisa beralasan bahwa sebagian fasilitas adalah merupakan subsidi dari Pemerintah, semisal harga gas yang lebih murah dari luar, harga listrik yang tersubsidi, dan dana-dana tersebut nantinya bisa menjadi income tersendiri bagi negara untuk membiayai infrastruktur.

Kebijakan tersebut bisa dimulai di daerah tertentu yang bisa menjadi Pilot Project, seperti Batam, Jakarta, Banten, Jatim, Riau, atau mana aja. Yang kemudian diterapkan secara Nasional, Seluruh Indonesia. Sehingga seperti Freeport, Neumont, Total, Petrochina, Microsoft, Google, dll kalau mau menancapkan Perusahaan di Indonesia harus menjadi Joinan dengan Perusahaan Indonesia. Sehingga Semisal Microsoft akan memungut biaya software-pun, 50%-pungutannya akan menjadi milik perusahaan nasional atau Pemerintah. Ini adalah cara lain selain pajak import.

Keuntungan lain, Perusahaan Indonesia dan UKM bisa lebih cepat belajar melalui Joint Venture tersebut. Tugas Pemerintah berikutnya adalah membentuk wadah dan Pelatihan bagi calon Perusahaan yang akan menjadi Partner Perusahaan Asing tersebut. Teknisnya bisa difikirkan Para Ahli Ekonomi, Hukum dan Politik, melihatkan Ahli Sosial, HI, serta Pendidikan.

Dengan demikian, minimal 50% perusahaan-perusahaan adalah milik Indonesia.

Di Negara-negara Arab, hal itu bisa terealisasi dengan mensyaratkan Perusahaan yang ada di sana harus menjadi milik warga Arab. Untuk di Indonesia harus diambil jalan tengah saja, dengan kepemilikan 50%.

Namun demikian sistem tersebut di atas akan memiliki resiko-resiko bisnis dan politik. Untuk itu diperlukan analisis atas idea mentah ini.

Jika itu berhasil dilakukan, maka bisa menjadi pendapatan daerah yang baik, apabila perusahaan-perusahaan tersebut bekerjasama dengan BUMD.

Perlu diketahui, ketika Salah satu perusahaan Nasional kebanggaan Jerman hampir ambruk, sudah banyak perusahaan Amerika yang berminat akan membelinya, tapi Pihak Jerman memikirkan untuk alternatif tersebut. Mereka membuat aturan baru tentang kepemilikan oleh perusahaan asing.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline