Lihat ke Halaman Asli

Dia Datang Lagi Dalam Kehidupanku

Diperbarui: 26 Juni 2015   00:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Tiba-tiba saja senin sore, selepas berbuka puasa dia muncul lagi dalam kehidupanku. Ibarat salju di musim panas, laksana daun yang berguguran diujung musim semi, entah mengapa setelah hampir tiga bulan dia pergi dan memutuskan genjatan senjata dengan aku, tiba-tiba dengan gaya diplomasinya bak seorang diplomat ulung dia mendekatiku lagi.

Dengan memasang wajah ramah, bersahabat dan senyuman yang selalu mengembang dibibirnya, dia seolah-olah tak merasa bersalah denganku. Berbagai ekspresi wajah dan gestur tubuh bak seorang sahabat yang sudah sangat rindu dengan sahabat lamanya yang belasan tahun tak berjumpa dia tontonkan dengan apik didepanku.

"Halo friend, tambah gemuk aja, apa kabarmu?. Email dan pesan singkatku kenapa tidak pernah kamu balas, kamu sangat sibuk sekali ya?," sapanya dengan nada bicara seperti komentator liga eropa yang seolah tak mengenal titik koma.

Tak hanya sampai disitu, belum sempat satu huruf pun keluar dari mulutku, dia sudah bercerocos lagi. Kali ini temponya semakin cepat. Kecepatannya mengalahkan cucuran air dari langit yang ditumpahkan bertubi-tubi saat musim hujan sedang pada puncaknya dipenghujung tahun 2010.

Sadar akan serangan yang bertubi-tubi darinya, aku pun keluarkan kuda-kuda dari ilmu beladiri yang pernah aku pelajari saat di penghujung tahun 90an bersama kawanku. Meskipun aku hanya ngawur memperagakan kuda-kuda yang entah benar atau tidak, tetapi setidaknya mampu membuatnya menurunkan tempo bicaranya dan membuatnya diam beberapa detik.

"Inilah saatnya aku melakukan serangan balik,"ucapku dalam hati.

Dengan nada ketus aku pun berucap didepannya. "Apa kamu bilang! Apakah ini yang namanya persahabatan!," bentakku didepan mulutnya persis.

Saat dia mulai membuka mulutnya dua centi, aku langsung menghujamnya lagi dengan berbagai kata-kata yang membuatnya tak ber daya. Hampir 15 menit aku berbicara bak penyiar radio acara kawula muda yang ngomong dengan speed tinggi.

Kasihan.....akhirnya rasa perikemanusiaanku muncul di pikiranku yang menegang. Napas yang tersengal-sengal juga membuatku berfikir ulang untuk memakinya.

Akhirnya kami berdua saling berdiam diri sejenak. Hingga akhirnya dia dengan kesabarannya yang super tinggi menuntun dan membuatku melunak.

Kami berdua akhirnya sepakat untuk berunding, membicarakan hubungan kita yang renggang tanpa sebab yang jelas. Kata demi kata, kalimat demi kalimat terlontar dari mulut kita berdua, hingga akhirnya kami menemukan sebuah titik yang kecil, tetapi mampu membuka memoriku akan kemesraan kita beberapa bulan yang lalu sebelum gencatan senjata.

Entah kenapa aku sepertinya malam itu terhipnotis dan terpaksa menyepakati perjanjian damai dengannya......

Sungai Kambang, 9 Agustus 2011

#Seripetualangannegeriseribukucing

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline