Kali ini X tampak kapok. Terlihat dari raut mukanya dengan kerutan menahan sakit yang teramat. Polisi sengaja men-door kakinya ketika berusaha kabur dan melawan petugas sesaat sebelum dirinya ditangkap.
Sebut saja dia X, residivis spesialis pencurian motor. Ini kali ke-2 dia ditangkap dengan kasus yang sama sebelumnya. Bisa saja dengan pengalaman menahan rasa sakit karena timah panas yang bersarang di kaki X membuat dirinya tobat atau justru lebih kuat. Kebal menahan sakit.
Bukan hanya X, pengulangan tindak pidana tidak sedikit dilakukan para mantan narapidana dengan alasan beragam. Sebutan residivis diambil dari laman KBBI.Kemendigbud (2016) adalah orang yang pernah dihukum mengulangi tindak kejahatan yang serupa; penjahat kambuhan. Para residivis ini sangat meresahkan masyarakat. Apalagi dengan masifnya media sosial saat ini, perbuatan mereka diberitakan secara cepat sampai ke tangan masyarakat.
Bagi masyarakat yang tidak bisa memfilter berita dengan baik, bisa saja menganggap mantan narapidana sebagian besar pasti akan kembali lagi ke Lembaga Pemasyarakatan. Stigma inilah yang sering kali dicap oleh masyarakat kepada mantan narapidana tanpa terkecuali.
Padahal tidak semuanya, banyak juga mereka mendulang prestasi seperti menjadi bos pemilik usaha di daerahnya atau menjadi tokoh publik sebuah komunitas penggerak kegiatan positif dengan harap bisa diterima kembali di tengah masyarakat dan menghilangkan stigma negatif.
Tapi sepertinya berita tertangkapnya kembali mantan narapidana lebih menarik ketimbang kesuksesan mereka yang membuka kedai kopi bagi sebagian masyarakat.
Mantan Narapidana dan Label Masyarakat
Pemberian cap oleh masyarakat terhadap narapidana yang telah bebas ini tidak lepas dari respons alami manusia sebagai reaksi yang diterimanya dengan melihat masa lalu mereka. Rasa takut ini kemudian melahirkan aksi yaitu dengan melabel mantan narapidana mudah menjadi residivis. Kebutuhan akan rasa aman yang menurut Maslow sebagai satu dari lima tingkat kebutuhan dasar manusia. Seperti rasa aman dari ancaman kriminalitas.
Menurut Maslow, manusia akan bertingkah laku sama seperti anak-anak ketika merasa tidak aman, seolah dalam keadaan sedang terancam hingga berusaha keras menghindari hal-hal yang tidak diharapkan.
Perlu adanya edukasi pada masyarakat bahwa mereka juga memiliki peran penting agar narapidana yang telah bebas ini bisa kembali berbaur di lingkungannya dan tidak mengulangi tindak pidana. Salah satunya dengan menghilangkan label buruk tersebut.
Penerimaan mereka oleh masyarakat dapat membantu memunculkan rasa percaya diri narapidana yang telah bebas karena mereka merasa dirinya diterima kembali seperti keluarga hingga kemudian menciptakan rasa malu pada dirinya jika mengulangi tindak pidana.