Lihat ke Halaman Asli

Ingkar

Diperbarui: 26 Juni 2015   02:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com



Sebarkan luka untuk beberapa wanita. Memainkan topeng dalam nyata dan maya. Puja-puji untuk sang dewi disamping mu secara realitas. Tapi kau juga senang menggoda yang lain diluar batas. Aku mengetahui dalam penglihatan indigo ku saja, yang jelas-jelas sudah terbaca.


Diam.


Siap siagamu seperti sekadar pencitraan semata. Kau rayu aku untuk nafsumu. Bahkan aku jadi terlelap jauh. Sempat kau bilang ini sebuah cinta, tapi berulangkali kau menghempaskannya. Serahkan janji dan gombalisasi untuk sang dewi, menikmati hari diujung pelangi. Terkesan, namun aku tetap mengeluh tentang rasa kehilangan. Aku marah jika alasan mu bersamaku untuk sebuah belas kasihan. Tanpa terduga kau bermain dalam pembenaran. Tak ada pertanyaan hanya saja nurani ku terus menjamah andai kata suatu saat kau bilang ingin berpisah.


Diam.


Datanglah seorang wanita muda. Kau bermesraan lewat dunia maya. Tak ada rasa sungkan disana. Entah apa yang dilakukannya sekarang. Coba membunuh waktu luang, katanya. Sekadar menghibur, katanya. Mereka bermain dikotak ajaib itu. Tak ada lampu dan memaksa untuk saling tau. Lantas saja mereka hanya mengucap kata. Tak hentinya seperti pasangan yang jatuh cinta. Sempat wanita itu bilang "aku putuskan untuk mundur dan tenggelam", karena takut dengan sang dewi yang sudah siap menghadang. Lain hal nya bagi dia, tetap ingin bertahan untuk sebuah pencitraan. Lagi-lagi mereka pun kembali secara diam-diam, tak lagi menghindar. Biarkan.


Diam.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline