Puasa merupakan salah satu ibadah yang balasan atau pahalanya unlimited. Artinya balasan pahala puasa tidak dihitung menjadi berapa kali lipat, seperti jadi 10 kali lipat, jadi 70 kali lipat, dan seterusnya. Balasan pahala puasa adalah tergantung kehendak langsung Allah SWT.
Akan tetapi pahala puasa yang luar biasa itu bisa sirna begitu saja jika orang yang melakukan puasa tidak bisa menjaga puasanya dari hal-hal yang dapat membatalkan pahala puasa.
Hal itu sebagaimana sabda Nabi SAW yang mengatakan bahwa betapa banyak orang yang berpuasa namun dia tidak mendapatkan dari puasanya itu kecuali lapar dan dahaga. Hadits ini menyatakan mengenai orang yang berpuasa tapi tak dianggap berpuasa. Dengan kata lain hadits tersebut menyatakan tentang orang yang berpuasa tapi puasanya sia-sia, tidak berpahala.
Lantas apa saja yang bisa membatalkan pahala puasa atau menjadikan puasa menjadi sia-sia? Menurut penjelasan para ulama yang bersumber dari hadits Nabi SAW, ada banyak hal yang menyebabkan ibadah puasa menjadi hilang pahalanya.
Pertama, berkata dusta (Az-zuur). Berkata dusta atau bohong artinya mengatakan sesuatu yang berlainan dengan kenyataan. Yang dikatakan A misalnya, tapi faktanya B atau C.
Berkata dusta adalah perbuatan yang tercela. Berkata dusta termasuk salah satu dari sekian banyak dosa besar.
Kedua, berkata sia-sia (laghwu). Berkata sia-sia berarti mengatakan sesuatu yang tidak ada guna atau tidak ada faedahnya. Apalagi jika mengatakan perkataan yang menimbulkan madharat (keburukan), tentu lebih merusak pahala puasa lagi.
Ketiga, berkata porno (rafats). Berkata porno artinya mengatakan sesuatu yang bisa menimbulkan syahwat. Seperti menyebut bagian sensitif anggota tubuh wanita/pria, menggambarkan aurat dari tubuh wanita/pria, dan sebagainya. Termasuk dalam hal ini adalah membuat tulisan atau gambar yang menimbulkan syahwat.
Keempat, membicarakan keburukan orang lain (ghibah). Membicarakan keburukan orang lain artinya mengatakan sesuatu yang buruk tentang orang lain. Mungkin terkait keadaan, sikap, perilaku, atau bentuk fisik orang yang dibicarakan.
Kelima, mengadu domba (namimah). Menagdu domba di sini tentu bukan dalam makna harfiah. Mengadu domba di sini artinya mengatakan sesuatu kepada dua pihak yang berbeda sehingga berakibat atau menimbulkan kedua belah pihak itu saling membenci atau bermusuhan.