Kurikulum perguruan tinggi di indonesia nampaknya tidak semua disiapkan untuk memenuhi kebutuhan dunia kerja. Banyak jurusan atau program studi yang "tidak jelas" arahnya ke mana. Oleh karena itu tidak mengherankan jika banyak alumni perguruan tinggi merasa bingung apa yang akan mereka lakukan setelah mendapatkan ijazah.
Sementara itu bagi alumni perguruan tinggi dari jurusan atau program studi yang sudah "jelas" arahnya sesuai dengan kebutuhan dunia kerja pun, terkadang ketersediaan lapangan kerja tidak seimbang dengan jumlah alumni dari jurusan atau program studi yang dibutuhkan oleh dunia kerja itu. Jumlah lapangan kerja yang tersedia hanya 1000 orang per tahun misalnya, sementara jumlah alumni perguruan tinggi ada 2000 orang per tahun.
Akibatnya banyak alumni perguruan tinggi akhirnya mencari pekerjaan secara serampangan, biar pun tidak sesuai dengan latar belakang ijazahnya. Terjadilah kemudian apa yang disebut dengan mismatch.
Mismatch terjadi ketika seorang alumni jurusan atau program studi X misalnya, tapi tidak bekerja di bidang X. Ia malah bekerja di bidang Y atau Z.
Mismatch juga bisa terjadi bukan hanya karena "asal kerja" atau "yang penting kerja" dikarenakan tidak ada pekerjaan yang sesuai dengan ijazah atau latar belakang pendidikan, tapi sebagai sebuah pilihan. Artinya seseorang memang sengaja melakukan mismatch, bukan karena tidak ada pilihan dalam pekerjaan.
Mismatch dalam bahasa lain bisa disebut juga sebagai salah profesi. Seperti alumni jurusan atau program studi hukum misalnya, malah jadi guru. Bisa juga alumni jurusan atau program studi pendidikan malah jadi pedagang, dan lain-lain.
Salah profesi sejatinya bukan sesuatu yang buruk. Tak sedikit orang yang salah profesi malah menuai kesuksesan. Bisa jadi seandainya tidak salah profesi, mereka belum tentu bisa sesukses saat ini.
Salah satu kunci sukses seseorang dalam suatu bidang pekerjaan atau profesi pada dasarnya bukan dari alumni jurusan atau program studi apa seseorang itu berasal, tapi mampu tidak ia dalam menjalankan pekerjaan atau profesinya. Dengan demikian tak masalah seseorang salah profesi selama ia mampu menjalankan pekerjaan atau profesinya.
Betapa banyak orang yang salah profesi tapi mencapai kesuksesan yang luar biasa. Biasanya mereka adalah orang-orang yang cepat belajar dengan lingkungan pekerjaannya. Selain itu mereka juga biasanya memiliki added values, yakni memiliki skill dan kompetensi yang diperlukan dalam lingkungan pekerjaannya, yang tidak semua orang memilikinya.
Added values di sini mungkin berupa kemampuan dalam menguasai bahasa asing, kemampuan dalam menguasai IT, atau kemampuan dalam melakukan komunikasi. Added values juga mungkin berupa kemampuan bernegosiasi, keuletan, kejujuran, dan sebagainya.
Banyak contoh mereka yang salah profesi, tapi justru menuai kesuksesan dalam pekerjaannya. Sebut saja nama Denny Wahyudi (Denny Cagur), Dodit Mulyanto, atau Najwa Shihab.