Lihat ke Halaman Asli

Wiwin Zein

TERVERIFIKASI

Wisdom Lover

Sebut Demonstran Sampah Demokrasi, Ali Mochtar Ngabalin Tuai Beragam Reaksi

Diperbarui: 16 Oktober 2020   05:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ali Mochtar Ngabalin (KOMPAS.com/TSARINA MAHARANI)

Tenaga Ahli Utama KSP (Kantor Staf Presiden) Ali Mochtar Ngabalin saat ini sedang menjadi sorotan banyak pihak. Penyebabnya tak lain karena ujarannya yang kontroversial ketika menyebut para demonstran yang melakukan demonstrasi menolak UU Cipta Kerja sebagai sampah demokrasi.

Sebagaimana diberitakan banyak media, Ngabalin menyampaikan kata-kata itu saat memantau demonstrasi ANAK (Aliansi Nasional Anti Komunis) yang menolak UU Cipta Kerja, di sekitar Patung Kuda, Jalan Merdeka Barat, Jakarta, Selasa (13/10). Secara emosisonal Ngabalin menyebut para demonstran sebagai sampah demokrasi, karena selain melakukan demonstrasi menolak UU Cipta Kerja di tengah Pandemi Covid-19 mereka juga menyampaikan tuntutan agar MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat) memakzulkan Presiden Jokowi.

Terkait ungkapan yang disampaikan oleh Ngabalin itu, sejumlah pihak memberikan beragam reaksi. Walau pun reaksi terhadap ungkapan yang disampaikan oleh Ngabalin itu beragam, tapi reaksi yang datang dari sejumlah pihak itu pada dasarnya hampir sama, yakni bersifat mengkritisi dan menyerang balik.

Mantan Presiden PKS (Partai Keadilan Sejahtera) dan mantan Menkominfo (Menteri Komunikasi dan Informasi) Tifatul Sembiring misalnya, menilai Ngabalin seperti kacang lupa akan kulitnya. Menurut Tifatul, para demonstran bukan sampah demokrasi. Mereka menggunakan hak demokrasi yang dijamin UUD (Undang-undang Dasar) 1945.

Politikus Partai Demokrat, Rachland Nashidik bereaksi keras atas ungkapan dari Ngabalin itu. Rachland balik menyerang Ngabalin dengan menyebutnya sebagai sampah otoritarianisme.

Menurut Rachland, demokrasi itu bersih. Namun justeru sikap otoritarianisme lah yang telah mengotori demokrasi.

Wakil Sekjen (Sekretaris Jenderal) MUI (Majelis Ulama Indonesia), Tengku Zulkarnain justeru memiliki pendapat yang bertolak belakang dengan pendapat Ngabalin. Kalau Ngabalin menyebut para demonstran sebagai sampah demokrasi, Tengku Zulkarnain malah menyebut mereka sebagai pejuang demokrasi. Menyebut para demonstran sebagai sampah demokrasi, menurut Tengku Zulkarnain sama saja dengan menuduh Undang-undang 1945 sebagai sampah.

Sementara itu pengamat politik dan filsuf Rocky Gerung menyebut Ngabalin layaknya orang yang tak mengerti sejarah. Sebab kalau Ngabalin belajar sejarah menurut Rocky dia tak akan berkata-kata seperti itu kepada publik. Ungkapan Ngabalin yang menyebut para demonstran sebagai sampah demokrasi adalah sesat.

Bagaimana pun beragam reaksi terhadap ungkapan sampah demokrasi yang dilontarkan Ali Mochtar Ngabalin merupakan sesuatu yang wajar adanya. Sebab kata-kata “sampah demokrasi" yang dilontarkan Ali Mochtar Ngabalin terdengar sangat kasar dan tidak mencerminkan seorang pejabat publik.

Sebagai seorang pejabat publik, Ngabalin seharusnya bisa memberi contoh yang baik kepada masyarakat dengan tidak membuat atau melontarkan ungkapan yang kasar. Sejengkel atau sekesal apa pun Ngabalin terhadap para demonstran, ia seharusnya bisa mengendalikan diri, menahan diri.

Selain itu Ngabalin juga seharusnya berpikir terlebih dahulu sebelum melontarkan ungkapan sampah demokrasi kepada para demonstran. Hal itu sama saja dengan menyebut sampah demokrasi kepada  dirinya sendiri, sebab sebelum menjadi Tenaga Ahli Utama KSP Ngabalin pernah juga menjadi demonstran.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline