Sebelumnya kalau boleh saya sampaikan, tulisan ini terus terang terinspirasi oleh tulisan apik dari Kompasianer Tuhombowo Wau yang berjudul "Andai Gatot Mau Tetap 'intim' Dulu ke Jokowi, Mungkin...". Akan tetapi tulisan ini bukan untuk menyanggah atau mendukung tulisan itu, mungkin sekedar memperkaya perspektif saja.
Setelah sekian lama "tenggelam" nama (Jenderal) Gatot Nurmantyo kembali muncul bersama KAMI. Pasca pensiun sebagai Panglima TNI, nama Gatot Nurmantyo memang nyaris tak terdengar. Bahkan sewaktu Pilpres 2019, nama Gatot Nurmantyo juga tidak banyak diperbincangkan sebagai calon presiden atau wakil presiden.
Padahal sewaktu masih aktif menjadi panglima TNI, Gatot Nurmantyo sempat digadang-gadang dan dibicarakan banyak pihak akan menjadi calon presiden pada Pilpres 2019. Hal itu terutama setelah Gatot Nurmantyo menjadi "bintang" dalam aksi 2 Desember 2016, yang populer dengan aksi 212.
Waktu itu Gatot Nurmantyo berhasil menarik simpati kalangan umat Islam karena dianggap berpihak kepada mereka. Hal itu berbeda dengan sikap presiden Jokowi yang dianggap "kurang ramah" terhadap umat Islam. Persepsi sebagian umat Islam kala itu diperjelas dengan sikap Presiden Jokowi sendiri yang lebih memilih mengunjungi Bandara Internasional Soekarno-Hatta daripada menghadiri aksi umat Islam pada 4 November 2016 atau aksi 411.
Sejak aksi 212 itu saya menduga Presiden Jokowi telah "menandai" (Jenderal) Gatot Nurmantyo. Artinya Presiden Jokowi telah mengeluarkan nama Gatot Nurmantyo dari daftar nama "orang yang berdiri di belakangnya" dan memasukkan nama Gatot Nurmantyo ke dalam daftar "musuh". Secara sepintas, evidence hal ini bisa dibaca dari keputusan Presiden Jokowi waktu itu yang memberhentikan Gatot Nurmantyo dari Panglima TNI sebelum waktunya.
Gatot Nurmantyo seharusnya pensiun pada bulan Maret 2018, karena ia lahir pada tanggal 13 Maret 1960 (Pensiun usia 58 tahun). Akan tetapi Presiden Jokowi memberhentikan Gatot Nurmantyo lebih cepat tiga bulan sebagai Panglima TNI, yakni pada bulan Desember 2017.
Oleh karena itu masuk akal jika karir Gatot Nurmantyo mandek, berhenti begitu saja setelah ia dipensiunkan. Sebab ia telah masuk daftar "musuh" Presiden Jokowi. Hal itu berbeda dengan mantan Panglima TNI lain sebelum Gatot, yakni (Jenderal) Moeldoko.
Moeldoko sejak pensiun sampai sekarang masih eksis sebagai pejabat. Jabatan terakhir Moeldoko saat ini adalah sebagai Kepala KSP (Kantor Staf Presiden). Bahkan menurut rumor yang berkembang Panglima TNI setelah Gatot Nurmantyo, yakni Hadi Tjahjanto yang sebentar lagi pensiun pun sudah disiapkan kursi menteri.
Begitulah nasib Gatot Nurmantyo, karir politiknya tidak seberuntung para mantan panglima TNI lain. Biasanya jangankan mantan Panglima TNI, mantan jenderal biasa yang bukan panglima TNI saja banyak yang dikaryakan lagi oleh presiden dengan menduduki kursi menteri atau jabatan strategis lainnya. Luhut Binsar Pandjaitan adalah contoh sahih dalam hal ini.
Sekarang nama Gatot Nurmantyo banyak disebut dan dibicarakan kembali. Kemunculan nama Gatot Nurmantyo saat ini tidak terlepas dari kiprahnya bersama KAMI (koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia).
KAMI merupakan sebuah gerakan moral yang dideklarasikan tepat sehari setelah peringatan HUT RI ke-75. KAMI dideklarasikan pada tanggal 18 Agustus 2020 di Tugu Proklamasi, Jakarta.