Lihat ke Halaman Asli

Wiwin Zein

TERVERIFIKASI

Wisdom Lover

Peringatan Bahaya Virus Corona Tak Ubah Seperti Peringatan Bahaya Merokok?

Diperbarui: 6 Agustus 2020   07:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

tribunnews.com

Sampai saat ini kasus positif virus corona masih terus bertambah. Menurut data Kementerian Kesehatan per 5 Agustus 2020, kasus positif virus corona mencapai 116.871 orang. Angka itu masih terus bertambah, mengingat jumlah spesimen yang diperiksa sangat kecil  dibandingkan negara-negara lain.

Menurut data dari worldometers (05/08), jumlah spesimen yang diperiksa hanya 5.753 orang per satu juta penduduk. Padahal jumlah penduduk Indonesia sangat banyak, 273.792.569 orang.

Hal itu sangat jauh jika dibandingkan dengan Amerika Serikat misalnya, yang mencapai 186.064 spesimen yang diperiksa per satu juta penduduk. Filipina saja yang jumlah penduduknya hanya 109.714.749 orang, jumlah spesimen yang diperiksa lebih banyak dari Indonesia, yakni 14.736 spesimen per satu juta penduduk.

Rendahnya kapasitas tes di Indonesia, menurut Epidemiolog Griffith University Australia, Dicky Budiman seperti dilansir kompas.com (13/07), akan berdampak pada tingkat deteksi terhadap orang yang terinfeksi. Masih banyak orang yang terinfeksi tidak terdeteksi, sehingga mereka mudah untuk terus menularkan.

Artinya kasus orang terinfeksi yang terdeteksi di Indonesia saat ini sebanyak 116.871 orang tidaklah sebenarnya. Mungkin saja angkanya 2 kali lipat, 3 kali lipat, bahkan mungkin berkali-kali lipat lagi dari jumlah itu. Sebab, masih sangat banyak orang yang belum diperiksa atau dilakukan tes.

Hal tersebut diperparah dengan sikap sebagian orang yang mulai apatis dan abai terhadap bahaya virus corona (covid-19). Sikap mereka seperti itu tak terlepas dari pengaruh banyak hoaks yang tersebar di media sosial. Termasuk pengaruh dari beberapa influencer yang menganut teori konspirasi virus corona, seperti pemusik Jerinx SID misalnya.  

Walau pun tidak memiliki keilmuan yang memadai tentang masalah virus, bakteri, atau masalah kesehatan (karena mereka tidak memiliki latar belakang keilmuan tentang itu), mereka berbicara mengenai virus corona seperti lebih fasih dari seorang Epidemiolog sekalipun. Mereka berbicara atas dasar tafsiran, bukan keilmuan.

Banyak orang di banyak tempat saat ini bersikap sudah seperti dalam kondisi normal layaknya sebelum terjadinya pandemi covid-19, karena terpengaruh oleh banyak hoaks mengenai virus corona dan terpengaruh influencer yang menganut teori konspirasi mengenai virus corona. Mereka tak lagi mengindahkan protokol kesehatan. Tanpa masker, tanpa physical distancing, tanpa cuci tangan, dan sebagainya.

Berbagai macam peringatan mengenai bahaya virus corona (covid-19) yang tersebar dalam berbagai media, seperti dalam baligo-baligo, spanduk-spanduk, leaflet-leaflet, atau media lainnya bagi sebagian orang sudah tidak memiliki "daya takut" atau pengaruh lagi. Mereka sudah "kebal" terhadap berbagai macam peringatan mengenai bahaya virus corona (covid-19) dan menganggapnya sebagai angin lalu belaka.

Orang-orang seperti itu tak jauh berbeda dengan sikap para perokok terhadap peringatan akan bahaya merokok. Mereka tahu, mereka membaca peringatan, dan mereka juga melihat gambar mengerikan dari bahaya merokok yang ada dalam setiap bungkus rokok, tetapi mereka tidak terpengaruh.

Para perokok tahu semuanya akan bahaya merokok tapi mereka tidak lantas berhenti merokok. Bahkan banyak para dokter dan tenaga medis yang lebih faham mengenai masalah kesehatan sekalipun, tapi menjadi perokok berat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline