Lihat ke Halaman Asli

Wiwin Zein

TERVERIFIKASI

Wisdom Lover

Tolong Jangan Reshuffle Kabinet

Diperbarui: 1 Juli 2020   19:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

tribunnews.com

Para menteri adalah pembantu presiden. Mereka dipilih oleh presiden dengan mempertimbangkan banyak hal tentunya. Pertimbangan itu bisa jadi latar  belakang politik, track record, profesionalitas, suku,  usia, atau yang lainnya.

Saat ini kabinet presiden Joko Widodo (Jokowi) yang disebut dengan Kabinet Indonesia Maju berjumlah 34 orang menteri dan 4 orang pejabat setingkat menteri.  Konon dari 38 orang itu, hanya 16 orang yang  berasal dari partai politik. Selebihnya 22 orang lagi  adalah para profesional.

Walau pun tentu saja, sebutan "profesional" bagi 22 orang menteri atau pejabat setingkat menteri itu sesuatu yang samar. Sebab tidak mungkin mereka dipilih tanpa adanya dukungan dari partai politik. Ujung-ujungnya ya representasi atau titipan partai politik juga.

Kabinet Indonesia Maju pada awal pembentukannya layak jika digadang-gadang sebagai kabinet profesional. Komposisi kabinet yang lebih didominasi oleh para profesional, menguatkan sebutan itu. Harapan besar pun disematkan di pundak para pembantu presiden itu.  

Rakyat cukup optimis dengan komposisi Kabinet Indonesia Maju saat itu. Para tokoh yang dipilih sebagai pembantu presiden itu dinilai bisa mewujudkan janji-janji politik atau program-program Presiden Jokowi pada saat kampanye dulu. Secara relatif para menteri atau pejabat setingkat menteri itu bisa disebut sebagai orang-orang terbaik.

Pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin pun tak terasa berjalan lebih dari delapan bulan. Banyaknya para menteri ternyata tidak serta merta mampu menjalankan program-program pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin berjalan dengan baik dan sesuai yang diharapkan. Capaian kinerja para menteri Kabinet Indonesia Maju tidak semua memenuhi ekspektasi, bahkan beberapa sangat mengecewakan presiden Jokowi sendiri.

Penilaian itu bukan hanya datang dari para pengamat, lembaga survey, atau dari warga masyarakat. Presiden Jokowi bahkan menyatakan sendiri hal  itu.

Sebagaimana diketahui bersama, bahwa Presiden Jokowi jengkel dan marah kepada sejumlah menterinya dalam sidang kabinet paripurna di Istana Kepresidenan, Jakarta, kamis(18/06) lalu. Kejengkelan dan kemarahan Presiden Jokowi kepada sejumlah menteri terkait dengan penanganan pandemi Covid-19 dan hal-hal yang terkait  dengan pandemi itu, yang ia nilai tidak maksimal.

Menurut Presiden Jokowi, sejumlah menterinya ada yang masih menganggap situasi pandemi bukan sebuah krisis. Mereka menganggap  biasa-biasa saja.

Oleh karena itu kemudian Presiden Jokowi menebar ancaman, akan membubarkan lembaga dan me-reshuffle menterinya yang masih melihat kondisi saat ini sebagai kondisi yang normal atau biasa. Artinya Presiden Jokowi tak segan-segan akan me-reshuffle menteri yang dianggapnya tidak memperbaiki  kinerjanya.

Pantaskah seorang presiden merasa jengkel dan marah, kemudian menebar ancaman kepada para menteri sebagai pembantunya ? Dalam konteks posisi presiden sebagai "majikan" dan para menteri sebagai "pembantu" tentu wajar dan tidak masalah. Walau pun secara etika hal itu banyak pihak mempermasalahkannya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline