Kalimat judul di atas terdengar sangat standar, karena sering kita dengar. Justeru kalimat atau ungkapan itu harus terus didengungkan, sebagai pengingat karena terkadang orang menjadi lupa akan hal itu ketika bermedia sosial.
Selain merupakan bagian dari gaya hidup, memiliki akun media sosial saat ini juga merupakan kebutuhan. Bagi sebagian orang, memiliki akun media sosial bukan lagi menjadi kebutuhan sekunder, tapi sudah menjadi kebutuhan primer. Sebab media sosial telah menjadi penunjang utama aktivitasnya.
Indonesia menjadi salah satu negara dengan pengguna media sosial cukup tinggi. Berdasarkan survei We are social yang dilansir oleh https://katadata.co.id/, penduduk Indonesia yang bermain media sosial tahun 2019 mencapai 150 juta orang (lebih dari setengah penduduk Indonesia).
Setiap pengguna rata-rata memiliki 11 (sebelas) akun media sosial, dengan lama surfing (berselancar) rata-rata 3 (tiga) jam 26 menit per hari.
Media sosial yang paling banyak digunakan adalah Youtube (88%). Setelah Youtube ada WhatsApp (83%), kemudian Facebook (81%), Instagram (80%), Line (59%), Twitter (52%), Facebook Messenger (47%), Black Berry Messenger (38%), Linkedln (33%), dan Pinterest (29%).
Tak terbayang betapa banyaknya konten media sosial yang lalu-lalang dibaca dan dilihat oleh jutaan orang setiap harinya. Padahal tidak semua konten media sosial itu faktual dan bermanfaat. Banyak konten media sosial berisi atau hanya sebagai hoax dan "sampah".
Oleh karena itu diperlukan sikap bijak dalam menggunakan media sosial. Sebab kalau tidak bijak bukan manfaat yang akan didapatkan, melainkan hal-hal lain yang tidak diinginkan atau bahkan mungkin bisa mencelakakan dan membahayakan.
Bijak dalam bermedia sosial artinya kita bisa memilah dan memilih konten yang bermanfaat dan yang tidak, konten yang berbahaya dan yang tidak, atau konten sampah atau bukan. Kita juga tidak memproduksi, mengirimkan, atau men-share konten-konten yang mengandung hate speech, pornografi, kekerasan, atau hoax.
Kita tentu sering mendengar berita mengenai beberapa orang yang dilaporkan dan kemudian ditangkap karena didakwa telah melanggar UU ITE. Hal itu dikarenakan yang bersangkutan diduga melakukan hate speech, pornografi, hoax, atau hal lainnya yang bersifat meresahkan dan membahayakan melalui media sosial.
Kita juga tentu sering mendengar kabar atau berita mengenai beberapa orang yang terlibat pertengkaran atau perkelahian pasca mereka melakukan komunikasi menggunakan media sosial. Tidak kurang pula orang yang menjadi korban kejahatan, baik bullying, penipuan, pemerasan, pemerkosaan, bahkan pembunuhan pasca menggunakan media sosial.
"Sisi gelap" lain media sosial adalah bisa menjadi sarana penyebaran paham dari kelompok-kelompok radikal. Banyak testimoni dari orang-orang yang pernah terlibat dalam jaringan terorisme atau radikalisme. Pada mulanya mereka mempelajari postingan-postingan dari kelompok-kelompok tertentu, merasa tertarik, kemudian bergabung dengan kelompok-kelompok itu.