Masyarakat awam saat ini mungkin tengah merasa bingung menyaksikan apa yang terjadi di Jakarta beberapa waktu belakangan ini terkait penanganan pandemi Covid-19. Pasalnya, di sana seolah-olah sedang terjadi "persaingan" kebijakan. Beberapa kali terjadi "perang" kebijakan antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat.
Anies Baswedan sebagai orang nomor satu di DKI Jakarta beberapa kali membuat dan mengeluarkan kebijakan dalam hal penanganan pandemi Covid-19 di wilayah kekuasaannya. Akan tetapi kemudian datang beberapa kebijakan berbeda yang dibuat dan dikeluarkan oleh pemerintah pusat.
Seperti tentang lockdown. Sekitar pertengahan Maret Anies Baswedan berkeinginan kuat menerapkan lockdown di wilayah Jakarta. Anies memandang perlu menutup akses kegiatan orang yang ingin masuk atau ingin keluar Jakarta. Pertimbangan Anies karena Jakarta merupakan salah satu tempat penularan virus.
Akan tetapi pemerintah pusat tidak menyetujuinya. Bahkan Presiden Jokowi berkali-kali mengatakan bahwa lockdown bukan kewenangan pemerintah daerah, melainkan kewenangan pemerintah pusat.
Kemudian Anies Baswedan juga membuat kebijakan untuk melarang pengoperasian bus AKAP (Antar Kota Antar Provinsi) dan AJAP (Antar Jemput Antar Proinsi), mulai tanggal 30 Maret 2020. Hal itu dimaksudkan untuk menekan penyebaran Covid-19 di daerah Jakarta.
Pemerintah pusat melalui Menteri Perhubungan ad interim Luhut Binsar Panjaitan merespon kebijakan Anies Baswedan itu dengan menganulir kebijakan itu. Alasannya adalah faktor ekonomi.
Terbaru, kebijakan Anies tentang ojol tidak boleh bawa penumpang, hanya boleh bawa barang. Anies membuat kebijakan itu sesuai Permenkes tentang penerapan PSBB di wilayah Jakarta. Maksud kebijakan itu sama dengan kebijakannya yang lain, yakni untuk menekan penyebaran Covid-19 di daerah Jakarta.
Kebijakan Anies tentang ojol tidak boleh bawa penumpang, hanya boleh bawa barang itu pun tidak disetujui pemerintah pusat. Kementerian Perhubungan mengeluarkan Peraturan Nomor 18 Tahun 2020 yang ditandatangani oleh Menteri Perhubungan ad interim Luhut Binsar Panjaitan. Peraturan Menteri Perhubungan itu justeru membolehkan ojol membawa penumpang orang.
Belakangan, untuk kebijakan terakhir tadi Anies Baswedan "melawan". Ia bersikukuh bahwa ojol tidak boleh bawa penumpang, hanya boleh bawa barang. Acuan Anies adalah Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020 Tentang PSBB (Pedoman Pembatasan Berskala Besar).
Ada apa dengan pemerintah pusat yang terkesan kurang nyaman dengan ide-ide Anies Baswedan khususnya dalam penanganan Covid-19? Menurut politisi Partai Amanat Nasional (PAN) Yandri Susanto, sikap pemerintah seperti itu akan berdampak buruk terhadap pemerintah pusat sendiri (rmol.id).
Seharusnya dalam menghadapi situasi yang sangat darurat ini ada kesatuan ide, ada kebersamaan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Bukan masalah siapa yang lebih berkuasa, tapi kebijakan mana yang lebih tepat untuk diterapkan demi kebaikan rakyat.