Pandemi Corona (Covid-19) telah membuat banyak pihak merana. Para pedagang kecil, buruh, ojek online, dan beberapa pelaku usaha lainnya adalah pihak yang paling merasakan dampak pandemi Corona (Covid-19). Penghasilan mereka turun drastis. Bahkan tidak sedikit dari mereka yang menjadi tak berpenghasilan sama sekali. Padahal Indonesia tidak menerapkan lockdown. Apalagi jika Indonesia menerapkan lockdown, mungkin perekonomian masyarakat akan lumpuh.
Tidak demikian halnya dengan para pegawai plat merah alias para Aparatur Sipil Negara atau para Pegawai Negeri Sipil. Mereka relatif aman. Penghasilan alias gaji bulanan mereka tidak berkurang sama sekali, utuh walau pun tidak berangkat kerja ke kantor atau sekolah karena ada instruksi untuk WFH (Work From Home). Oleh karena itu tak sedikit orang yang iri terhadap mereka.
Akan tetapi baru-baru ini ada kabar kurang sedap bagi para pegawai plat merah itu. Kabar tersebut bisa membuat sebagian Pegawai Negeri Sipil deg-degan. Apakah penghasilan alias gaji bulanan mereka akan dipotong atau dikurangi? Tidak, bukan itu.
Kabar kurang sedap bagi para Pegawai Negeri Sipil itu datang dari Menteri Keuangan sendiri. Seperti dilansir kompas.com. (06/04), Menteri Keuangan RI Sri Mulyani menyatakan bahwa Presiden Jokowi tengah melakukan beberapa pertimbangan terkait pembayaran THR (Tunjangan Hari Raya) dan gaji ke-13 Aparatur Sipil Negara atau Pegawai Negeri Sipil di tengah pandemik virus Corona (Covid-19).
Selanjutnya, Sri Mulyani menyatakan bahwa pertimbangan pembayaran THR (Tunjangan Hari Raya) dan gaji ke-13 tersebut terkait dengan belanja pemerintah yang mengalami peningkatan untuk memenuhi sektor kesehatan dan perlindungan sosial masyarakat yang terdampak virus Corona, serta untuk melindungi dunia usaha. Selain itu pendapatan negara (APBN) juga mengalami defisit yang cukup besar.
Pertimbangan terkait pembayaran THR (Tunjangan Hari Raya) dan gaji ke-13 Aparatur Sipil Negara atau Pegawai Negeri Sipil yang disampaikan Sri Mulyani tidak dijelaskan seperti apa. Apakah THR (Tunjangan Hari Raya) dan gaji ke-13 ditiadakan sama sekali? Atau dipangkas/dikurangi nominalnya? Atau ditunda pembayarannya sampai keuangan negara memungkinkan? Ketiga kemungkinan itu mungkin saja diterapkan.
Seandainya maksud pertimbangan presiden adalah THR (Tunjangan Hari Raya) dan gaji ke-13 ditiadakan sama sekali, tentu akan membuat jutaan Aparatur Sipil Negara atau Pegawai Negeri Sipil bereaksi keras. Hal itu tentu akan cukup mengganggu stabilitas juga. Walaupun tentu saja reaksi jutaan Aparatur Sipil Negara atau Pegawai Negeri Sipil itu akan bisa diredam.
Selanjutnya jika maksud pertimbangan presiden itu, bahwa THR (Tunjangan Hari Raya) dan gaji ke-13 dipangkas/dikurangi nominalnya, mungkin tidak akan terlalu mengecewakan para Aparatur Sipil Negara atau Pegawai Negeri Sipil. Bahkan hal itu bisa dipandang sebagai momen untuk mendidik para Aparatur Sipil Negara/Pegawai Negeri Sipil untuk menumbuhkan rasa kepedulian dan jiwa berkorban.
Sedangkan jika maksud pertimbangan presiden itu, bahwa THR (Tunjangan Hari Raya) dan gaji ke-13 ditunda pembayarannya sampai keuangan negara memungkinkan, ini juga tidak akan menimbulkan reaksi yang keras dari para Aparatur Sipil Negara/Pegawai Negeri Sipil. Mungkin hanya akan mengakibatkan sebuah kekecewaan saja dari mereka.
THR (Tunjangan Hari Raya) dan gaji ke-13 sangat berarti bagi banyak Aparatur Sipil Negara/Pegawai Negeri Sipil. Mengingat karena tidak semua Aparatur Sipil Negara/Pegawai Negeri Sipil berpenghasilan besar. Banyak dari mereka yang penghasilannya hanya sedikit di atas UMR. Jadi adanya THR (Tunjangan Hari Raya) dan gaji ke-13 tentu sangat dinanti oleh banyak Aparatur Sipil Negara/Pegawai Negeri Sipil dan sangat membantu mereka.
Para Aparatur Sipil Negara/Pegawai Negeri Sipil tentu berharap bahwa pertimbangan presiden tentang THR (Tunjangan Hari Raya) dan gaji ke-13 itu menghasilkan pertimbangan yang tidak merugikan mereka. THR (Tunjangan Hari Raya) dan gaji ke-13 tetap ada dan secara nominal tidak berkurang dari tahun sebelumnya.