Saya mendengar kepastian rencana Pemda DKI Jakarta menggunakan pengeras suara (toa) sebagai peringatan darurat banjir pada Jumat (17 Januari 2020) melalui notifikasi situs berita.
Saya agak kecewa di berita itu tidak ada penjelasan lebih banyak akan seperti apa bentuk rencana penggunaan toa karena pembicaraan lebih berat ke arah besarnya anggaran yang akan digunakan.
Setelah kejadian anggaran lem aibon Nopember lalu rupanya Pemda DKI Jakarta belum juga mengambil pelajaran tentang anggaran yang layak.
Sabtu pagi, sambil menyiapkan sarapan saya mendengarkan Kompas TV (benar-benar mendengarkan karena tidak melihat televisinya) ada dialog tentang toa ini dan saya kecewa lagi.
Narasumbernya (mestinya salah seorang pejabat terkait dari Pemda DKI Jakarta) tidak memberi jawabannya yang jelas. Saat ditanya berapa toa yang akan dibangun jawabnya nanti saya cek dulu.
Berapa toa yang sudah ada, jawabnya juga nanti saya cek dulu. Berapa toa yang perlu diperbaiki, angkanya juga tidak jelas. Kalau memang semua belum jelas mengapa dia bersedia datang ke stasiun televisi dan di wawancarai?
Sampai-sampai saya berpikir perilaku pejabat yang seperti ini bisa menjadi satu judul artikel tersendiri (hehehe.....).
Karena tidak melihat televisi saya tidak memiliki kesempatan memeriksa siapa narasumber itu tetapi dari dialog itu dapat dipastikan Pemda DKI Jakarta akan benar-benar menggunakan toa sebagai peringgatan darurat banjir (atau bencana lainnya).
Sabtu siang saya memiliki waktu nongkrong di depan televisi dan chanelnya nyantol ke salah satu televisi Korea Selatan.
Awalnya saya tidak terlalu memahami gambar-gambar yang muncul karena hanya diperlihatkan tangan yang sedang memegang tanah liat tetapi lama-lama gambarnya menjadi jelas terlihat seorang artisan sedang membuat keramik tradisional.
Ternyata itu iklan layanan masyarakat untuk mengambarkan kemajuan kesenian di Korea Selatan lewat artis keramik. Keramik yang ditayangkan nampak indah dan di akhir tayangan muncul tulisan Traditional yet feel modern.