Desahan selingkuh itu bukanlah puisi yang manis,
bukan kisah cinta yang tercipta abadi.
Ia hanya datang dengan janji-janji semu yang melambai-lambai
bagai bunga mawar di tepi jurang,
menggoda siapa pun yang melihatnya.
Seperti kilauan emas di antara serpihan kaca,
ia berkilau di permukaan, namun penuh tajam di dalamnya.
Ia datang seperti badai dan petir di senja hari,
Menyelimuti diri perlahan dengan tangannya yang lembut,
lalu menyesakkan, mendorong raga dari setiap sisi.
Saat rasa mulai terjerat dalam jaring bayang ilusi,
selingkuh merambat ke dalam jiwa, menyelinap deras tanpa ampun,
menghilangkan tapak-tapak kepercayaan yang dulu bersih.
Aku memang tampak urakan,
seperti angin yang bertiup bebas dan tak terarah.
Tapi hatiku bukan sungai keruh, bukan busuk seperti bangkai
bukan pula rawa yang menyimpan seribu dusta.
Aku mungkin tampak liar,
bagai hembusan angin yang tak terikat di ranting musim,
namun jiwaku bukan palung gelap, bukan air bah yang siap menerjang,
tak ada kelam yang kusembunyikan di sana.
Di dalamnya, ada nurani yang jernih,
ada janji yang kokoh, dan kesetiaan yang kusimpan rapat,
kukunci dan kugembok dalam batas waktu yang tak terbatas
tak akan kuberikan hanya untuk sesaat rasa.
Namun bagimu, kesetiaan tampak samar,
seperti gerimis yang hanya datang sebentar,
seperti bayang-bayang yang bisa kau lipat dan kau abaikan sekehendakmu.
Kau laki-laki yang telah memilih jalan yang penuh liku,
penuh tipu daya yang kau rangkai sendiri.
kau untai kalimat-kalimat manis yang membiusku
Kau mendekat pada wajah-wajah baru,
tersenyum seolah merangkul dunia.
Sementara kau, bermain di jalan abu-abu, bermain di bara yang kau bangun sendiri
mengikuti desir angan yang menipu,
berpaling dari cinta yang pernah teguh,
mengabaikan hati yang kau janjikan teduh.
Tapi tidakkah kau sadari,
di balik setiap senyum itu ada niat yang terbangun di atas pasir?
Ia tidak akan bertahan, tak akan kokoh di tengah gelombang.
Ia hanya janji yang kau sembunyikan di balik kabut,
sebuah mimpi palsu yang kau biarkan bermain di atas api kecil
hingga akhirnya hangus sendiri.
Dan ketika badai itu berlalu,
kau akan terdiam dalam kesunyian yang mencengkeram.
Keindahan yang sempat kau rasakan itu akan hancur,
tercerai berai, menjadi kepingan yang tak bisa lagi disatukan.
Rasa manis yang kau kira abadi, hanya ilusi yang berakhir pahit,
dan rumah yang dulu kita bangun bersama kini runtuh, tak tersisa kecuali abu.