Wiwik Kuswijayanti (34202200040), Mahasiswa Prodi Pendidikan Matematika, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Islam Sultan Agung.
Mata Kuliah: Pembelajaran Matematika Inklusi
Dosen Pengampu: Nila Ubaidah, S.Pd., M.Pd.
Matematika dipandang sebagai ilmu yang abstrak dan rumit, menimbulkan rasa takut dan cemas bagi banyak siswa, terlebih lagi bagi anak tunagrahita. Kemampuan intelektual yang berbeda membuat mereka menghadapi tantangan tersendiri dalam memahami konsep dan logika matematika. Namun, di balik tantangan tersebut, tersimpan potensi dan keunikan yang menanti untuk dikembangkan. Anak tunagrahita, layaknya semua anak, memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan yang berkualitas, termasuk dalam bidang matematika. Penting bagi para pendidik untuk memahami karakteristik dan kebutuhan belajar mereka, serta menerapkan strategi pembelajaran yang tepat agar matematika bukan lagi momok yang menakutkan, melainkan sarana untuk mengembangkan potensi diri dan mencapai kemandirian.
Anak tunagrahita, dengan segala keunikan dan potensinya, seringkali menghadapi tantangan dalam memahami konsep abstrak, terutama dalam pelajaran matematika. Anggapan bahwa mereka tidak mampu belajar matematika adalah sebuah miskonsepsi yang perlu diluruskan. Zulfa et al. (2024) dalam penelitiannya menegaskan bahwa dengan pendekatan yang tepat, modifikasi kurikulum, dan lingkungan belajar yang suportif, anak tunagrahita dapat menikmati proses belajar dan mengembangkan kemampuan matematika mereka. Kunci utama dalam pembelajaran ini adalah penggunaan strategi yang tepat, yang disesuaikan dengan karakteristik dan kebutuhan individual setiap anak.
Anak tunagrahita memiliki karakteristik belajar yang berbeda. Mereka cenderung membutuhkan pendekatan yang lebih konkret dan terstruktur. Media pembelajaran visual dan permainan interaktif akan sangat membantu mereka dalam memahami konsep abstrak matematika (Zulfa et al., 2024). Misalnya, dalam mengajarkan konsep penjumlahan, guru dapat memanfaatkan benda-benda di sekitar, seperti balok, manik-manik, atau uang koin untuk mengajarkan konsep berhitung, membandingkan jumlah, dan memahami nilai mata uang.
Selain itu, penggunaan media pembelajaran visual seperti gambar, video, dan permainan interaktif dapat menciptakan pengalaman belajar yang lebih menarik dan mudah dipahami. Hadi, F. R. (2016) menjelaskan bahwa pendekatan individualistik juga sangat penting karena setiap anak tunagrahita memiliki kebutuhan dan kemampuan yang berbeda. Guru perlu peka dalam mengidentifikasi karakteristik dan gaya belajar setiap siswa, kemudian menyesuaikan materi dan metode pembelajaran dengan kebutuhan masing-masing. Penguatan positif seperti memberikan pujian, penghargaan, atau hadiah kecil ketika siswa berhasil menyelesaikan tugas juga berperan penting dalam meningkatkan motivasi dan kepercayaan diri mereka. Fadillatul. H, H. & Ahmad Sopandi, A. (2020) menambahkan bahwa metode drill atau pengulangan materi secara teratur dapat membantu siswa tunagrahita memperkuat ingatan dan pemahaman mereka.
Di dalam kelas, guru dapat memulai pembelajaran dengan pertanyaan pemantik sederhana untuk menarik perhatian siswa, menghubungkan materi dengan pengalaman mereka sehari-hari, seperti bertanya tentang hari, tanggal, atau benda-benda di sekitar mereka. Dian, L. (2016) menunjukkan bahwa penerapan matematika dalam kegiatan praktis seperti simulasi jual beli atau permainan menghitung uang dapat membuat pembelajaran lebih bermakna dan relevan dengan kehidupan mereka. Evaluasi pembelajaran dapat dilakukan melalui berbagai metode, seperti pengamatan, tugas portofolio, atau kuis sederhana yang disesuaikan dengan kemampuan siswa. Hasil evaluasi ini kemudian digunakan untuk menyusun program pembelajaran individual (PPI) yang bersifat dinamis dan responsif terhadap perkembangan setiap siswa. Tindak lanjut berupa remedial, pengayaan, atau konseling dapat diberikan sesuai dengan kebutuhan.
Yang terpenting, pembelajaran matematika untuk anak tunagrahita haruslah menyenangkan, interaktif, dan bermakna. Hindari metode ceramah yang monoton dan ciptakan suasana kelas yang positif, suportif, dan menumbuhkan rasa percaya diri. Dengan pendekatan yang tepat dan cinta dalam mengajar, guru dapat membantu anak tunagrahita mengembangkan potensi mereka dalam matematika, menumbuhkan rasa cinta pada pelajaran ini, dan mempersiapkan mereka untuk hidup mandiri di masyarakat.
Mengajar matematika pada anak tunagrahita adalah sebuah perjalanan yang penuh tantangan dan kepuasan. Dibutuhkan kesabaran, kreativitas, empati, dan dedikasi yang tinggi dari seorang pendidik untuk membantu mereka menjelajahi dunia angka dan logika. Dengan menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan, mendukung, dan menyesuaikan dengan kebutuhan individual siswa, kita dapat menumbuhkan rasa percaya diri, mengasah kemampuan berpikir, dan membuka pintu kesempatan bagi mereka untuk mencapai potensi terbaiknya. Mari kita bersama-sama merangkul keunikan mereka, mengajar dengan hati, dan memahami dengan rasa, agar anak tunagrahita dapat menikmati proses belajar matematika dan mewujudkan mimpi-mimpinya.
Daftar Pustaka:
Fadillatul. H, H. & Ahmad Sopandi, A. (2020) "Pelaksanaan Pembelajaran Matematika Bagi Anak Tunagrahita Ringan Kelas IX di Slb Negeri 1 Lima Kaum, Kabupaten Tanah Datar", Ranah Research : Journal of Multidisciplinary Research and Development, 2(2), pp. 93-103.