Lihat ke Halaman Asli

Berbeda Jumlah Rakaat Tarawih? Tidak Masalah!

Diperbarui: 10 Mei 2019   12:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebuah masjid kecil yang dipakai masyarakat sekitarnya untuk melaksanakan tarawih. (foto: dokumen pribadi)

Kalimat "saling menghargai perbedaan" selama ini sering dianggap --salah satunya- hanya terkait perbedaan besar antarumat yang berbeda agama. Namun bagaimana dengan perbedaan di dalam umat salah satu agama itu sendiri? Katakanlah dalam lingkup agama Islam setidaknya, saling menghargai perbedaan itu justru banyak sekali dan bahkan makin meruncing. Mungkin pertikaian antarperbedaan itu terasa jelas di dalam kelompok Islam yang memiliki pelaksanaan ibadah.

Terkait Ramadan misalnya, perbedaan-perbedaan ini masih terlihat di sana-sini. Semangat Ramadan untuk menjadi bulan pengendalian diri menjadi tidak berlaku begitu perbedaan-perbedaan itu kian ditunjukkan oleh umat Islam sendiri yang sebenarnya tidak perlu. Salah satunya yang masih menjadi sorotan di Ramadan 1440 H tahun 2019 adalah tentang perbedaan jumlah rakaat tarawih.

Karena sampai menjadi keributan di kalangan umat Islam, khususnya di Aceh Barat, maka Majelis Permusyawaratab Ulama (MPU) Aceh Barat mengimbau secara khusus. Tidak saja untuk masyarakat Aceh Barat namun ia mengimbau untuk seluruh umat Islam agar tidak menjadikan perbedaan jumlah rakaat tarawih sebagai masalah. Seperti diketahui, jumlah rakaat tarawih bisa berbeda yaitu 8 rakaat dan 20 rakaat. Atas masalah ini, ketuanya, Teungku Abdurrani Adian mmeinta umat Islam tidak saling menuding ada kesalahan satu sama lain.

Mengapa? Sebab pelaksanaan jumlah salat tarawih baik yang 8 rakaat atau 20 rakaat --ditambah witir 3 rakaat- itu pasti dilaksanakan dengan dalil yang sangat jelas. Jika dua kelompok ini memilih sesuai keyakinannya dengan pertimbangan yang kuat maka sebaiknya hal ini bukan lagi menjadi sebuah perbedaan yang mewarnai suasana Ramadan. Dua versi jumlah rakaat witir yang ada malah seharusnya menjadi bukti bahwa umat Islam terbuka pada perbedaan di dalam agamanya sendiri.

Menurut pendapat Teungku Abdurrani Adian, sebaiknya umat Islam ingat akan perintah Allah SWT untuk berbuat amalam sebanyak-banyaknya di bulan Ramadan baik siang maupun di malam hari. Imbauan Ketua MPU Aceh Barat ini seharusnya membuat umat Islam sadar bahwa mereka hendaknya berpikir pada hal-hal yang lebih penting terkait Ramadan. Pertama, Ramadan adalah bulan yang seharusnya dimanfaatkan untuk lebih berkonsentrasi pada ibadah personal yang dipacu oleh masing-masing untuk mendapatkan amal soleh sehingga persoalan perbedaan jumlah rakaat tidak menjadi lebih penting.

Kedua, bahwa menjaga ukhuwah Islam dan menghindari perselisihan sesama umat Islam sendiri harus makin meningkat di bulan Ramadan ini. Justru di dalam bulan puasa lah, hidup rukun saling menghormati satu sama lain agar umat Islam tidak mudah terpecah belah semestinya mudah tercapai. Jadi, perbedaan jumlah rakaat tarawih adalah masalah kecil yang bisa diselesaikan secara internal, mengingat masih banyak masalah lain yang lebih besar yang harus dicarikan solusi demi kepentingan umat yang lebih besar. Bukankah begitu? (*)




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline