Siapa yang tak ingin hidup bahagia? Semua orang pasti menginginkannya. Namun, seringkali kebahagiaan kita gampang diambil oleh diri kita sendiri, ya ekspektasi kita terhadap hal-hal yang seharusnya terjadi di dunia nyata.
Memiliki ekspektasi dalam hidup adalah sah-sah saja, bahkan menjadi salah satu trigger untuk melangkah kedepan, seperti bekerja lebih baik lagi untuk mendapatkan promosi, merawat diri agar lebih percaya diri, mengatur pola makan untuk mendapatkan berat badan ideal. Pernahkah pikiran Anda berekspektasi terhadap sesuatu?
Ekspektasi adalah harapan, baik yang ditempatkan untuk diri sendiri, orang lain, atau suatu kondisi tertentu agar terjadi. Sayangnya, saat kita menaruh ekspektasi pada sesuatu diluar diri sendiri, kita tidak bisa mengontrol respon atau outcome yang dihasilkan. Itulah yang menjadi penyebab utama kita menjadi marah, sedih, kecewa, bahkan memicu pertengkaran.
Lantas, bagaimana seharusnya kita memperlakukan ekspektasi yang lahir dari pikiran kita? Apakah ada cara untuk menghindari kekecewaan, sedih, dan rasa tidak bahagia akibat ekspektasi yang tidak terjadi?
Sedih atau bahagia, berasal dari gap antara ekspektasi dan realita. Saat realita tidak sesuai dengan ekspektasi, kita cenderung sedih dan kecewa. Namun, saat realita sesuai dengan yang kita harapkan, mudah bagi kita untuk bahagia.
Baca juga: Think and Grow Rich, Review Buku Dahsyatnya Kekuatan Pikiran
Atomic Habit: The Plateau of Latent Potential
Salah satu buku yang membuat saya memahami bahwa perubahan yang bisa saya kontrol adalah merubah diri saya sendiri, ya buku Atomic Habit. Buku ini membuat penegasan pada saya bahwa untuk melangkah keluar dari bad habit ke good habit bukanlah sesuatu yang mudah, saya sering kecewa karena kegagalan yang saya alami. Namun, lembah kekecewaan yang saya rasakan bisa saya kontrol karena saya pengendalinya.
Misalnya, mengubah kebiasaan saya dari manusia rebahan menjadi manusia yang rutin berolahraga, mengubah kebiasaan keuangan, mengubah pola makan yang tidak sehat, semuanya butuh proses namun saya bisa membuat deadline untuk diri saya sendiri sehingga memperkecil gap harapan dan realita.
Namun, berbeda jika kita menaruh harapan pada orang lain atau suatu kondisi diluar dari kendali diri sendiri. Gap antara ekspektasi dan realita tidak bisa kita pastikan karena kita tidak bisa mengontrol apapun diluar dari diri kita.
Meletakkan ekspektasi pada orang lain atau kondisi diluar diri sendiri adalah kebodohan.
Jangan Takut Punya Harapan, tapi Atur Harapan Itu
Bahagiaku adalah tanggung jawabku.