Gig economy atau ekonomi gig adalah istilah yang sering terdengar belakangan ini dengan tingginya fenomena PHK baik industri manufaktur atau teknologi yang membuat mereka yang terdampak memutar otak agar tetap mendapatkan penghasilan dengan menjadi ojek online atau freelancer, seperti digital marketer.
Kata 'gig' diadaptasi dari konsep musisi amatir yang melakukan konser 'gig' dari kafe satu ke kafe lainnya, atau sekarang dikenal dengan pekerja lepas atau pekerja kontrak jangka pendek. Secara tipologi, ekonomi gig dibedakan menjadi dua kategori yaitu berbasis online dan berbasis lokasi.
Kategori pertama berbasis online seperti freelancer yang melakukan seluruh pekerjaan tanpa melalui tatap muka atau crowdwork. Sedangkan untuk berbasis lokasi adalah penyedia layanan transportasi seperti ojek online. Lantas, berapa banyak masyarakat Indonesia yang bekerja didalamnya?
Gig Economy di Indonesia
Kondisi ini tidak lepas dari deindustrialisasi dimana terjadi penurunan kontribusi sektor manufaktur atau industri pengolahan terhadap perekonomian Indonesia dari tahun ke tahun. Sebenarnya, gejala ini wajar jika ingin menjadi negara maju namun deindustrialisasi di Indonesia terjadi begitu cepat karena belum siap mentransformasi perekonomi berbasis sektor jasa.
Tentunya kondisi ini memiliki dampak langsung pada masyarakat, selain PHK, sulitnya mencari pekerjaan, dan pasar yang lesu. Hal ini juga yang menjadi salah satu penyebab banyak orang yang berputar haluan menjadi pekerja lepas, salah satunya di dunia digital marketing. Lantas, apakah digital marketing masih menjadi pilihan dewasa ini?
Digital marketing berkembang pesat di Indonesia khususnya saat pandemi Covid-19 terjadi, sekalipun secara global digital marketing dimulai saat hadirnya internet di tahun 90an. Semakin berkembang pesat tahun 2014 dengan adanya media sosial seperti Facebook, Twitter, Instagram, dan lainnya. Dengan tiga media sosial untuk pemasaran adalah LinkedIn, Twitter, dan Facebook.
Digital marketing terus berkembang dan diadopsi oleh banyak bisnis, mulai dari korporasi, startup, bahkan UMKM, sampai akhirnya terjadinya tech winter yang menyebabkan banyaknya startup harus memangkas budget mereka, termasuk biaya pemasaran atau marketing. Alhasil, banyak pekerja di bidang digital marketing yang di PHK.
Di sisi lain, penyedia kursus online juga berjuang untuk mempertahankan bisnis agar tetap survive di tengah lesunya kondisi ekonomi hari ini, sama seperti model bisnis lainnya yang mencoba bertahan dengan mengurangi cost perusahaan. Lantas, apakah demand digital marketing masih menjanjikan hari ini? Atau supply digital marketer sudah oversupply?
Eksistensi Kursus Digital Marketing Hari Ini
Apakah Anda masih melihatnya iklan digital marketing akhir-akhir ini? Jika iya, maka Anda menjadi salah satu target dari iklan mereka. Bergeliatnya kursus digital marketing hari ini memberikan Anda opsi dari sisi harga dan fasilitas, dari range 1 jutaan hingga puluhan juta.
Eksistensi kursus digital marketing juga mengalami tantangan saat ini. Dengan sebelumnya kabar dari tutup sepihak dari Refocus, ekspansi ke B2B dari penyedia kursus, dan penurunan jadwal kelas, menjadi salah satu faktor bahwa terjadi penurunan suplai terkait calon student atau peserta kursus online.