Otak menjadi organ yang sangat kompleks untuk dipelajari, dengan rata-rata berat 1.3 sampai 1.4 kilogram menjadi pengendali dari apa yang kita pikirkan, katakan, lakukan. Ya, sebuah hasil dari transmisi sinyal kimia dan listrik dari jutaan neuron.
Artikel ini terinspirasi 'Clash of Champions' dari Ruang Guru, yang membuat saya bertanya-tanya bagaimana bisa peserta memiliki kemampuan kognitif sepintar itu. Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana pola asuh yang dilakukan oleh orang tua? Apakah mereka berasal dari keluarga kaya? Apakah ini bakat?
Ada dua fungsi dari otak berdasarkan fungsi fundamental dan fungsi kompleks. Dikutip dari laman hpi.oregonstate.edu menjelaskan, bahwa otak memiliki fungsi kompleks yang berkaitan aktivitas otak tingkat tinggi yaitu fungsi kognitif, seperti fokus, memori, bahasa, pemecahan masalah, dan pengolahan informasi. Lantas, bagaimana mengoptimalkan fungsi dari otak ini? Salah satunya adalah dengan nutrisi.
Pentingnya Nutrisi untuk Perkembangan Kognitif Otak
Nutrisi adalah faktor penting yang mempengaruhi kesehatan otak dan perkembangan kognitif. Penelitian menunjukkan bahwa apa yang dikonsumsi ibu selama kehamilan dapat berdampak signifikan pada perkembangan otak janin dan kognisi anak setelah lahir.
Nutrisi saat hamil, masa bayi, dan anak-anak menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja dari otak. Oleh sebab itu, penting untuk memastikan setiap tahapan anak agar tercukupi nutrisi yang dibutuhkan bahkan sejak dalam kandungan.
Kekurangan nutrisi tertentu dapat menyebabkan gangguan kognitif yang signifikan, misalnya zat gizi mikro (vitamin C, vitamin E, dan vitamin D), asam lemak omega-3 dan zat besi. Tentu untuk mendapatkan kecukupan gizi yang baik dibutuhkan anggaran atau keuangan, sayangnya tidak semua orang tua punya kesempatan untuk memberikan gizi yang baik untuk calon anak-anak mereka.
Di artikel sebelumnya yang membahas tentang Kompleksitas Kemiskinan yang membahas bahwa anak yang lahir dari keluarga miskin sudah kalah di garis awal, termasuk kecukupan gizi. Lantas, apakah ada solusi?
Membaca itu Menyenangkan: Cara Murah untuk Mengejar Ketertinggalan
Saya sering bertanya, kenapa mereka yang secara ekonomi kurang atau miskin, mostly mengambil keputusan-keputusan hidup yang menurut saya tidak masuk akal. Contoh umum yang sering kita temui:
1. Mempercayai banyak anak itu banyak rejeki
Ini tidak masuk akal, kenapa? Jika si A adalah orang dewasa yang percaya konsep ini, jika benar bahwa banyak anak adalah banyak rejeki, kenapa si A tetap miskin sampai dewasa dan tidak menjadi 'rejeki' buat orang tua si A tersebut?