Lihat ke Halaman Asli

Wiwien Wintarto

TERVERIFIKASI

Penulis serba ada

"13 Bom di Jakarta" dan Jus Lele Dumbo

Diperbarui: 2 Juli 2024   11:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(Foto: Detik)

Suatu kisah tindak kejahatan di karya sinema dapat disebut efektif jika bisa "mengancam" penonton. Artinya, tindak kejahatan tersebut terasa benar-benar nyata karena bisa saja sungguh-sungguh terjadi. Maka ketika perencanaan dan eksekusi kejahatan yang hadir dalam cerita begitu absurd, yang tersaji di layar lebar pun tak lebih dari sekadar dongeng pengantar tidur.

Film 13 Bom di Jakarta besutan sutradara Angga Dwimas Sasongko (yang juga sekaligus bertindak sebagai penulis skenario) sayangnya termasuk dalam kategori ini. Premis yang tersaji sebenarnya cukup menjanjikan. Ada bom satu saja sudah cukup mengkhawatirkan. Apalagi ini tiga belas. Sayang ini kemudian dipungkasi dengan sesuatu yang tak berasal dari dunia nyata tempat kita semua tinggal ini.

Teror bom di film ini dilakukan oleh kawanan teroris bersenjata berat yang dipimpin seorang tokoh berjuluk Arok, diperankan oleh Rio Dewanto. Setelah menyerang satu mobil pengantar uang, Arok melaksanakan satu adegan wajib film terorisme, yaitu membajak internet dan gelombang siaran TV nasional untuk pidato.

Gerakan mereka menjadi tanggung jawab Badan Kontra Terorisme Indonesia (atau Indonesia Counter Terrorism Agency; disingkat ICTA) yang dipimpin Jenderal (Purn.) Damaskus Iryawan (Rukman Rosadi). Ia dibantu field agent Emil (Ganindra Bimo) dan kepala intelijen bernama Karin Anjani (Putri Ayudya) yang, tentu saja, keduanya harus saling bermusuhan demi tensi dan nilai-nilai dramatik sinemanya.

Jalan yang Berbeda

Penyidikan ICTA menempuh jalan yang berbeda ketika Arok dalam salah satu pidatonya menyebut-nyebut perusahaan keuangan digital Indodax saat mengajukan tuntutan tebusan tak berupa uang sejumlah Rp500 milar atau Rp1 triliun, melainkan 100 bitcoin. ICTA kemudian mengamankan dua pendiri Indodax, Oscar Darmawan (Chicco Kurniawan) dan William Sutanto (Ardhito Pramono), karena dicurigai terlibat dalam tindak terorisme tersebut.

Dari sini cerita mengalir cepat dan penuh dengan adegan kontak senjata, kejar-kejaran, serta kegiatan memelototi layar-layar monitor. 13 Bom yang menelan bujet hingga Rp75 M ini pertama kali dirilis 28 Desember 2023 lalu, dan kini bisa disaksikan lewat Netflix. Sebagaimana film sukses Angga sebelumnya, Mencuri Raden Saleh (2022), 13 Bom tergolong film yang oke dalam banyak aspek sinemateknya kecuali satu: penulisannya.

Aneka macam adegan-adegan laga hadir cukup dinamis dan watchable untuk ukuran film Indonesia. Demikian pula bobot gambar-gambar yang tersaji melalui pengadeganan, koreografi, dan efek-efek spesialnya---kecuali adegan-adegan ledakan bom. Masalah terbesar yang bisa dirasakan penonton cermat muncul hanya dari sisi skenarionya itu saja, terutama pada urut-urutan perencanaan tindak terorisme Arok.

Mengajak dua "nerd" pegiat bitcoin karena dinilai sebagai tokoh-tokoh yang pas untuk mengeksekusi ambisi Arok guna melumpuhkan keseluruhan sistem ekonomi yang "korup"? Dan ambisinya itu tak lain tak bukan adalah untuk melenyapkan semua uang lalu menggantinya pakai bitcoin?

Seriously!?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline