Foto: aliexpress
Kami keluar dari teater 4 Imperium Cineplex di Pyramid Supermall berdesak-desakan dengan para penonton lain. Agak terhambat waktu belasan orang melewati pintu keluar yang tak terlalu lebar. Desy di depanku, aku setapak di belakangnya. Ingin aku memegangnya, menggandeng, merangkul, atau sekadar menaruh tangan di bahunya dengan gestur mesra. Tapi tentu saja tak boleh.
Atau belum, tepatnya. Menunggu satu hal kudu kulakukan terlebih dulu. Dan hal lain aku dengar darinya.
“Bagus nggak menurutmu, Bang Kritikus?” tanya dia kemudian, saat kami berjalan melintasi lorong menuju lobi teater.
“No comment,” sahutku datar.
“Loh, kok no comment?”
“Lapar. Butuh dinner.”
Desy tertawa. “Ayo, cari nasi!”
“Jangan di sini. Aku punya tempat favorit di alun-alun sana. Sate kambing muda yang mak nyus dan so juicy.”
“Hmm... sate ya? Pas aku udah lama nggak ketemu sate. Okay, let’s go!”
Dia melangkah lebih cepat, membelok menuju eskalator untuk turun dari lantai IV ke parkiran basement tempat dua motor kami terparkir.