Lihat ke Halaman Asli

Wiwien Wintarto

TERVERIFIKASI

Penulis serba ada

Tanpa Matahari

Diperbarui: 30 Maret 2016   22:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="(Foto: vrty.org)"][/caption]Terburu-buru, setengah berlari aku keluar dari lift menuju kantor Libra Advertising. Dan seperti yang sudah kuduga, tak ada seorangpun yang tengah sibuk di kubikel masing-masing seperti biasa. Semua berdiri, termasuk para bos, menatap pada layar TV besar di bagian sudut atas ruangan.

Sorot mataku ikut mengarah ke sana, senyampang menuju mejaku dan menaruh tas punggung di sana. Wanda dan Alif menoleh ke arahku sekilas, tapi tak berkomentar. Perhatian mereka dengan cepat kembali tertuju pada televisi.

“Ada perkembangan apa?” tanyaku, melepas jaket dan lalu masker.

“Presiden bentar lagi akan ngasih konferensi pers,” jawab Wanda dengan wajah pucat. “Ini lagi mantau CNN.”

Yang ditampilkan di layar kaca memang kanal siaran berita internasional CNN dari jaringan TV satelit yang dilanggan kantorku. Di sana nampak newscaster kenamaan Christianne Amanpour tengah melakukan liputan langsung dari Kuala Lumpur. Ia berada di trotoar wilayah perkotaan ibukota Malaysia itu, mengenakan overcoat dan baju berlapis sehingga nampak gemuk. Wajahnya nyaris tertutup sempurna oleh masker lebar dan kacamata goggle yang sempurna melindungi mata.

Terlihat nyaris sunyi di sekelilingnya. Hanya terlihat satu-dua kendaraan melintas di jalanan sepi sambil menyalakan semua lampu yang mungkin dinyalakan. Penunjuk waktu di layar bertuliskan “11.15”, sejam lebih cepat dari waktu Jakarta yang baru menunjukkan pukul 10.15 WIB, namun suasana semesta seperti malam hari. Gelap pekat. Terlebih tak ada lampu jalan yang menyala.

Amanpour melaporkan, pemerintah Malaysia telah melakukan evakuasi besar-besaran untuk mengosongkan Kuala Lumpur. Dan mereka akan bekerja sama dengan pemerintah Indonesia dan dunia internasional untuk melakukan tindakan penanganan selanjutnya. Lalu tulisan di running text di bagian bawah layar membuat kudukku merinding: “Volcanic dust will block sunlight for two years or more, scientist says”.

Kulihat Wanda menutup mulutnya. Wajah gadis itu makin pucat.

“Masya Allah, dua tahun...” ia mendesis pelan. “Dua tahun...!?”

“Coba Kompas TV atau Berita Satu!” seru Andrean sang asisten manajer. “Mungkin pidato Presiden sudah mulai.”

Aldo yang kebetulan tengah memegang remote control seketika melakukan perintah itu. Layar berganti ke kanal Berita Satu, tepat ketika Presiden Sutopo Wrahasto tengah membetulkan letak mikrofon di podium Istana Presiden dengan raut wajah keruh. Pria akhir 50-an berkepala botak dan berpipi gemuk itu tak mengenakan kaca mata bacanya seperti biasa. Kali ini ia memang tak akan membaca naskah apa pun, karena yang ini bukan pidato kenegaraan atau basa-basi pencitraan yang menjadi keahlian para politikus sepertinya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline