Lihat ke Halaman Asli

Wiwien Wintarto

TERVERIFIKASI

Penulis serba ada

Sayembara Menulis Naskah Sinetron, Masih Perlukah?

Diperbarui: 7 Oktober 2015   11:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi - syuting sinetron (Shutterstock)

Sekitar bulan Januari 2000, aku ikut Sayembara Penulisan Naskah Skenario Sinetron gelaran DKJT (Dewan Kesenian Jawa Tengah). Waktu itu yang dilombakan adalah jenis sinetron cerita lepas (sekarang istilahnya FTV) dan bukan sinetron serial. Jurinya ada tiga, yaitu Triyanto Triwikromo, Arswendo Atmowiloto, dan Lali (lupa namanya siapa).

Aku mengikutkan dua naskah. Yang pertama judulnya sudah nggak ingat lagi, soalnya kalah. Itu genre misteri thriller, tentang seorang cewek yang hidupnya ruwet karena bisa tahu hari dan tanggal kematian orang-orang terdekatnya. Ending-nya aku juga lupa gimana. Pokoknya dia juga ikut meninggal.

[caption caption=""Rumah Masa Depan", salah satu sinetron berkualitas dari masa lampau. (Foto: lapanpuluhan.blogspot.com)"]

[/caption]

 

Naskah kedua kukirim pas tanggal terakhir penerimaan naskah. Kuantar langsung ke sekretariat DKJT waktu itu di Jl. Indraprasta, Semarang, dekat kampus Effhar (Effendi Harahap). Judulnya Indonesia-1, tentang H-1 pelantikan Presiden RI hasil pilpres langsung pertama (di dunia nyata, pilpres langsung pertama baru ada tahun 2004) yang kacau dan jadi aneh.

Sang presiden terpilih yang nyentrik kehilangan tas dan dompet berisi kartu identitas dan uang. Akibatnya ia nyasar ke mana-mana dan bahkan sempat disangka copet. Orang juga tak percaya ia presiden terpilih, karena sudah memenuhi nadarnya untuk cukur jenggot bila menang pilpres (bayangkan Surya Paloh cukur jenggot, pasti nggak ada yang kenal!).

Pas pengumuman pemenang bulan Maret 2000, Indonesia-1 menang juara harapan (tiga pemenang harapan tidak dinomori). Tiga pemenang utama didominasi para penulis yang saat itu sudah malang melintang di dunia perskenariosinetronan, kayak Sunardian Wirodhono dan Sunaryono Basuki. Hadiah pemenang harapan yang Rp 250 ribu kupakai ngenet di Warnet Pointer Jalan Pemuda (seberang Gedung GRIS; sekarang jadi Paragon Mall) dan chatting di mIRC nyari “17/f/bdg”!).

Sebagaimana janji panitia di pengumuman lomba, naskah para pemenang akan diproduksi jadi sinetron sungguhan. Tapi janji tinggal janji. Aku nggak tahu bagaimana nasib ketiga pemenang utama. Yang jelas, Indonesia-1 berhenti sebatas piagam penghargaan dan prize money. Sampai sekarang naskah itu ya tetap naskah, belum juga malih rupa jadi sinetron beneran. Masih mending nasib Takkan Pernah Berdusta yang akhirnya jadi novel Kok jadi Gini? di Elex Media Komputindo.

Lomba, sayembara, kontes, atau audisi, dalam bidang apa pun, pada dasarnya adalah jalan masuk para beginner untuk mulai berkiprah dan menimba ilmu serta pengalaman dalam bidang yang digeluti. Janji manis tiap peristiwa kompetisi yang lebih berharga daripada sekadar piagam, sertifikat, piala, trofi, dan uang hadiah kan adalah kesempatan. Kesempatan untuk bisa ikut berkarya secara sungguh-sungguh, dan mendapat pengakuan.

Yang menang festival musik bisa ikut album kompilasi di major label. Pemenang sayembara penulisan novel bisa menerbitkan naskahnya di penerbit besar. Yang lolos seleksi SSB Arsenal bisa terbang ke London dan masuk tim junior The Gunners. Demikian pula peserta sayembara penulisan naskah sinetron pasti berharap, jika menang, naskahnya akan bisa diproduksi menjadi sinetron sungguhan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline