Dampak virus korona (COVID-19) ini benar-benar menjangkau semua sektor. Segalanya harus dilakukan dari rumah, mulai bekerja, belajar, ibadah, bahkan sayang-sayangan sekalipun. Namun, ada yang menarik perhatian saya kala wabah corona semakin menjamur. Ketertarikan yang membuat saya gedek-gedek kepala dan agak 'geli'.
Ketika saya membantu pemerintah menangani wabah ini di rumah dengan cara rebahan sambil berseluncur di Instagram, saya melihat snapgram teman-teman yang berderet-deret.
Hampir semua yang saya lihat berisikan aktivitas masing-masing sambil memasang tagar #dirumahaja. Waw. Ada yang bermain sama kucing peliharaannya. Ada yang masak bareng asisten rumah tangganya. Ada yang berjemur seperti Agnez Mo. Namun hampir semua rata-rata yang saya lihat di snapgram adalah kegiatan mereka melakukan video conference.
Hal tersebut menimbulkan resah dalam nurani. Saya merasa janggal dengan perilaku mereka. Sejak kapan teman-teman saya ini mendadak seperti para pejabat---melakukan video conference dengan banyak pemangku kepentingan? Saya pun coba meredam diri.
Lalu saya menilik lebih jauh pada salah satu profil teman saya yang bernama Ima (tentu bukan nama sebenarnya). Saya perhatikan betul-betul cerita instagramnya, dan ya, ternyata tetap konsisten di ranting pengangungguran.
Setelah melihat profil dan snapgram Ima, saya melanjutkan jari saya menari di layar gawai. Mencari cerita lainnya di snapgram. Satu---dua---tiga---empat---sampai cerita selanjutnya, Instagram saya dihiasi dengan kesibukan teman-teman saya yang sedang video conference ala-ala. MasyaAllah. Apa cuma saya yang isi snapgramnya mengunggah meme garing bin receh?
Saya cukup terusik dengan salah satu unggahan teman-teman saya. Coro salah satunya. Dia menulis di snapgram, "meeting dulu biar kayak orang penting". Dalam unggahannya tersebut, ia menunjukan video conference dengan lima orang kawan sepermainnanya. Padahal ya, saya tahu persis kesibukan dia hanya main cacing di gawainya.
Tidak hanya itu, beberapa teman saya juga melakukan hal serupa. Seperti Jukir yang tiap harinya tidur di kontrakan, ikut-ikutan membuat cerita di snapgramnya dengan menulis "wah keren ya, berasa orang sibuk". Iya sibuk tidur, batin saya. Jukir mengunggah aktivitas video confrencenya bersama kawan sekontrakan beda kamar sembari tiduran.
Yang ini tidak kalah membuat saya mengelus dada. Yori yang memang terkenal di lingkar pertemanan agak sedikit nyentrik, mengunggah snapgram video confrence bersama pacarnya. Udah begitu, video conference tersebut dikoneksikan ke dalam TV LED miliknya. Pada unggahannya, dia tak menuliskan sebuah kata-kata, hanya sebuah ujaran yang berbunyi "sabar ya, sayang. Setelah korona berakhir, kita keliling lagi jalan-jalan. Sementara ini kita bertemu virtual dulu ya" katanya dengan nada lembut nan manja.
Sumpah saya merinding. Merasa geli dengan aktivitas pengisolasian diri teman-teman saya. Apakah ini tanda-tanda sebuah kemunduran bangsa? Atau ini sebuah konspirasi yang memang telah disengaja?
Memang, sejak merebaknya korban karena virus korona ini, semua menjadi antisipisasi. Berdiam di rumah kini menjadi sesuatu hal yang 'wajib' dilakukan oleh semuanya. Alhasil, jalan satu-satunya menjadi ninja menjaga silahturahmi yakni dengan gawainya masing-masing. Saya yakin pula, apa yang dilakukan oleh kawan-kawan tersebut, tujuannya baik. Tapi tidak gitu juga, marlenaa...