Lihat ke Halaman Asli

Biso Rumongso

Orang Biyasa

Dasar Copet, Recehan Disikat Juga

Diperbarui: 25 Juni 2015   06:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Suatu hari Dedi harus pergi ke rumah kakaknya di Bojonggede, Bogor karena anak dan istrinya minta dijemput. Bahwa ia sedang berada di sebuah Mal, Jalan Margonda, Depok, bersama sejumlah kawan lamanya menjadi alasan tak terbantahkan.

“Mumpung dekat stasiun!” Begitu alasan sang istri via SMS.

Maka usai melakukan pertemuan, Dedi berjalan menuju stasiun yang terletak di belakang mal. Karena jarak dekat, hanya empat stasiun, Dedi memilih naik KRL kelas ekonomi Rp 1.500. Naik Commuter Line atau KRL AC seharga Rp 6.000 dianggap terlalu mahal.

Ternyata KRL ekonomi yang datang padat penumpang. Karena sudah membeli tiket, Dedi tetap naik. Ia tak mungkin menunggu KRL berikutnya karena posisi kereta tersebut belum diumumkan petugas stasiun.

Di dalam kereta, Dedi berusaha mencari tempat yang longgar. Ternyata tidak mudah. Apalagi di setiap stasiun, jumlah penumpang yang naik lebih besar dibanding penumpang turun. Selain karena hari libur, faktor tanggal muda ikut menentukan orang berpegian naik kereta.

Dengan reflek yang sudah terlatih. Dedi terus memegangi dompet dan HP yang ia satukan pada kantung celana sebelah kiri. Satu tangan lainnya memegang tali gantungan kereta agar tak terdesak penumpang lain atau tersentak saat KRL jalan.

Naik KRL adalah keseharian Dedi untuk menuju tempat kerjanya. Namun ia selalu mengenakan celana jeans ketat sehingga dompet dan HP lebih aman dalam kantung celana.

Karena tak punya rencana naik KRL, hari itu Dedi mengenakan celana gunung yang berkantung banyak. Posisi kantung yang lebar membuatnya tak nyaman menaruh dompet dan HP dalam kondisi penumpang kereta api berdesakan. Tahu sendirilah dalam kondisi seperti itu pencopet kereta berkeliaran.

Dengan susah payah akhirnya Dedi sampai juga di Stasiun Bojonggede. Ia lega karena dompet dan HP-nya masih ada dalam gengaman. Angin semilir terasa nyaman saat menerpa badannya yang berkeringat.

Sebelum keluar dari stasiun, Dedi tertarik membasahi kerongkongannya dengan membeli air kelapa dingin. Harganya sekitar Rp 2.500. Namun begitu hendak membayar ia kaget karena uang receh sekitar 28.000 terdiri dari pecahan Rp 10.000, Rp 5.000, Rp 2.000 dan Rp 1.000 di saku celana sebelah kanan sudah lenyap.

Ia yakin uang itu disikat pencopet karena ia membiarkannya terbuka. Uang itu diperkirakan disikat pencopet saat terjadi dorongan hebat atas dirinya kala di atas KRL.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline