Lihat ke Halaman Asli

Biso Rumongso

Orang Biyasa

Harga BBM Tak Jadi Naik, Tetap Terhimpit

Diperbarui: 25 Juni 2015   06:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Setelah memperoleh laporan dari istrinya, Bedu langsung mendatangi rumah Haji Romli. Ia memprotes keras rencana kenaikan harga sewa rumah yang dikontraknya.

“BBM kan nggak jadi naik. Kenapa sewa kontrakan tetap dinaikkan. Ini kan tidak adil Pak Haji.”

Romli yang sudah dua kali naik haji itu tampak tak senang mendengarnya. “BBM memang tak jadi naik. Tapi harga-harga lainnya tetap naik,” jawabnya, ketus.

“Ya, tapi kan tetap saja ini tak adil bagi saya Pak Haji.” Bedu tetap yakin dengan argumentasinya.

“Tak adil bagaimana. Sudah tiga tahun sayatak menaikkan sewa kontrakan pada keluargamu. Padahal tarif sewa penghuni lainnya selalu saya naikkan per tahun. Kurang baik apa coba,”

“Tapi mestinya, jangan …”

“Jangan bagaimana?!” Haji Romli langsung memotong. “Justru sekaranglah waktunya. Semua penyewa saya kenakan kenaikan tarif. Tak ada lagi yang dibedakan. Yang tak setuju saya persilahkan cari kontrakan lainnya.”

Ancaman itu membuat Bedu kian kesal. Namun ia tak berdaya. Ia sudah merasa betah tinggal di rumah kontrakan milik Haji Romli. Selain rumah dan lingkungannya bagus, Haji Romli diakuinya sebagai sosok pemilik kontrakan yang sabar.

Terutama dibanding pemilik kontrakan lainnya yang pernah berhubungan dengan Bedu sebagai “kontraktor” alias pengontrak rumah. Jika tak punya uang, penyewa bisa membayarnya secara mencicil. Jika ada penyewa yang sakit, Haji Romli juga kerap memberi bantuan uang pengobatan.

Tapi tetap saja menaikkan sewa kontrakan pada saat BBM tak jadi naik, bagi Bedu dianggapnya tidak adil. Ia jadi membenci Haji Romli.

***

Rencana kenaikan harga BBM memang membuatnya serba salah. Sebab, kenaikan harga bahan bakar bersubsidi itu pasti diikuti kenaikan harga-harga barang lainnya. Haji Romli termasuk pihak yang sejak awal telah mengisyaratkan akan menaikan sewa kontrakan mengikuti kenaikan harga BBM.

Semula Bedu ikut senang manakala harga BBM gagal naik. Ia memuji perjuangan mahasiswa yang berhasil menekan DPR dan pemerintah untuk menghentikan rencana kenaikan harga bensin dan solar itu.

Namun euforia itu ternyata hanya sebentar. Sebab esok harinya, sang istri tetap mengeluh bahwa uang belanja hariannya kurang karena harga-harga kebutuhan pokok tetap mahal. Ia menyebut harga yang sudah naik dan tak turun lagi itu seperti harga telor, beras, minyak, cabe, bahkan gas 3 kg.

Harga susu juga sudah naik, tapi untungnya anak Romli sudah lama tak mengkonsumsi susu karena tak ada uang untuk membelinya.

Bedu jadi kian pusing. Ia tak punya keahlian lain, selain menjadi pengojek. “Kalau begini caranya kita malah dirugikan dengan gagalnya kenaikan harga bensin ya,” ucap Bedu kepada sesama pengojek di tempat mangkal mereka, depan sebuah komplek perumahan.

“Kayaknya begitu sih. Coba kalau bensin jadi naik, kita punya alasan untuk menaikan tarif. Tapi kalau sekarang ini, kita bisa diomelin habis orang-orang komplek.” Seorang pengojek memperkuat pendapat Bedu.

“Tapi kalau bensin naik, tarif kita naikkan, pelanggan pasti juga pada lari. Banyak warga komplek pilih jalan kaki dan mengantarkan anak sendiri daripada berlangganan pada kita. Nasib mereka bagaimana pun sama seperti kita, tertekan kenaikan harga kebutuhan pokok.”

Para pengojek itu lalu diam. Mereka bingung harus berkata apa lagi. Mereka merasa menjadi kelompok masyarakat yang serba salah. Selalu menjadi korban dan hanya dibutuhkan saat-saat tertentu seperti pemilihan kepala daerah (Pilkada) hingga Pemilihan Presiden (Pilpres).

“Koruptor sih enak, duitnya banyak. Kalau ketahuan hukumannya ringan. Kalau nggak ketahuan seolah menjadi manusia paling bersih. Teriak-teriak membela rakyat.”

“Hus! Nglantur si kakek. Koruptor kok jadi idola” Bedu menghardik seorang pengojek paling tua yang memang dikenal sudah lama putus asa melihat kondisi di negeri ini.

***

Tak ada pilihan lain. Bedu pun terpaksa kerja lembur. Pagi hari mengantar pelanggan ke sekolah, siang sampai sore mangkal di depan komplek, lalu tidur untuk kemudian ngojek lagi tengah malam.

Ia sengaja memilih waktu tengah malam agar tak mengambil rezeki kawan-kawannya sesama pengojek. Waktu seperti itu para pengojek biasanya memilih pulang untuk mempersiapkan kerja pagi dimana banyak warga komplek membutuhkan jasa mereka.

Selain dirinya, ternyata ada seorang rekan pengojek lainnya berpikiran sama. Bedu pun senang karena ada teman mengobrol malam-malam, meski rezeki terpaksa dibagi dua. Selama sepekan mereka memperoleh penghasilan yang bisa dibilang cukup bisa juga dibilang kurang karena penumpang malam jumlahnya tak menentu.

Memasuki pekan kedua, rekan Bedu mengirim SMS bahwa ia izin tak menemaninya karena tak kuat dengan angin malam. Bedu bisa memahaminya. Ia berdoa agar apa yang dialami rekannya itu tak segera menimpa dirinya.

Tatkala dari sebuah angkot, turun seorang penumpang tua dengan barang bawaan banya, Bedu segera menghampiri dengan sepeda motornya. Ia terkejut karena penumpang itu ternyata Haji Romli. Begitu pun dengan Haji Romli, ia kaget melihat Bedu masih narik ojek tengah malam begitu.

Tak lama kemudian muncul sepeda motor dikendarai anak Haji Romli dengan maksud menjemputnya. Di luar dugaan, Haji Romli hanya menyuruh sang anak membawa barang-barang bawaannya. “Biar bapak sama Bedu saja,” ucapnya.

Dalam perjalanan Haji Romli dan Bedu berbincang. Bedu pun berterus terang tentang mengapa ia terpaksa ngojek tengah malam, sambil tak lupa minta maaf telah berkata kasar pada Haji Romli tempo hari. Tentu saja orangtua itu mengatakan tak masalah dan sebaliknya ia yang minta maaf.

Setelah sampai tujuan, Haji Romli mengeluarkan uang Rp 50.000 dan tak mau menerima uang kembalian. Padahal tarifnya cuma Rp 5.000. Ia juga memberikan satu paket kue yang katanya untuk anak dan istri Bedu.

Bedu terharu menerimanya. Sejak itu ia tak lagi membenci Haji Romli.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline