Lihat ke Halaman Asli

Biso Rumongso

Orang Biyasa

Tragis, Bocah-Bocah SD Itu Tak Pernah Punya Ongkos Pulang Sekolah

Diperbarui: 26 Juni 2015   04:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tarif pelajar dalam sistem angkutan umum kita sepertinya sebuah kebijakan manusiawi. Namun dalam prakteknya seperti sebuah simalakama.

Menolak pelajar membayar tarif normal pastilah menjadi tindakan yang tidak efektif dan tidak populer. Akan tetapi mengangkut pelajar jika jumlahnya kebanyakan tentulah bakal merugikan sopir itu sendiri.

Tarif pelajar yang dimaksud di sini adalah Rp 1.000 per orang. Prakteknya ada yang bayar Rp 2.000 jika jaraknya jauh tapi tak sedikit yang cuma bayar Rp 500 alias gopek jika jarak dekat. Padahal tarif umum yang berlaku untuk jenis angkot atau mikrolet Rp 4.000-Rp 5.000 per orang.

Akibatnya, sopir pun jadi pilih-pilih. Saat pagi hari, hampir selalu dipastikan banyak pelajar mereka cuekin. Para sopir cenderung memilih penumpang dengan tarif normal dan enggan berhenti di tempat yang banyak pelajarnya.

Orangtua yang nggak mau ambil pusing lalu mempersilahkan anaknya yang belum dewasa pergi dan pulang sekolah menggunakan sepeda motor. Selain lebih praktis, cara ini memang lebih murah. Padahal hal itu sangat berisiko, terutama bagi keamanan siswa itu sendiri terkait tingginya angka kejahatan perampasan sepeda motor, juga saat terjadi kecelakaan.

Kembali ke sopir angkutan tadi. Saat jam pulang sekolah, ketika sopir angkutan tak punya pilihan, mereka akan rela ngetem di depan sekolah. Namun ketika ada pelajar jual mahal, pilih-pilih angkutan yang akan dinaiki, sopir pun pasti akan mengomel. "Huh, dasar anak-anak sekolah belagu. Nggak ada yang mau ngangkut, baru tahu rasa."

Para sopir itu lazimnya hafal pelajar-pelajar mana yang dianggap resek dan tak mau mengangkutnya. Namun hampir bisa dipastikan pelajar putri lebih tertib membayar ongkos angkutan dibanding pelajar putra.

Beberapa orang pelajar SD adalah penumpang yang kerap membayar ongkos gopek, sebuah pecahan rupiah yang paling kecil.

Padahal belum tentu orangtua para siswa itu ekonominya pas-pasan.

****

Ternyata ada yang lebih tragis dari sekadar tarif pelajar dan problemanya di atas.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline