Lihat ke Halaman Asli

Biso Rumongso

Orang Biyasa

Merokok=Korupsi, Merusak Kesehatan Anda

Diperbarui: 26 Juni 2015   04:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

[caption id="attachment_111435" align="alignnone" width="453" caption="iklan layanan yang menyamakan rokok dan korupsi di lobi Kementrian Hukum dan HAM, gambar diambil 10 April lalu"][/caption]

Entah apa yang ada dibenak pembuat iklan layanan masyarakat yang saya temukan di lobi gedung Kementrian Hukum dan HAM Jalan Rasuna Said April lalu. Korupsi tidak baik bagi kesehatan Anda.

Teman dari Cilacap yang datang ke gedung itu karena menghadiri resepsi pernikahan langsung berucap,” Anak kecil saja tahu bahwa ini iklan rokok.”

Lalu terdengar pula celetukan. “Masa sih iklan kaya gini efektif untuk menghentikan orang korupsi. Lagi pula gedung ini kan sarangnya… (Eit, maaf disensor dulu ah, daripada didelete Admin).”

Saya pun lalu mengabadikan gambar iklan layanan masyarakat tersebut dan sempat menanyakan kepada saudara yang bekerja di kantor itu. Ternyata saudara saya itu juga tak mengerti maksudnya.

Baiklah mungkin yang paling tahu yang membikin iklan tersebut. Saya hanya ingin mengira-kira saja.

1.Korupsi dan asap rokok sama-sama dihisap. Keduanya bisa membuat penghisapnya jadi ketagihan. Ingin merokok terus menerus, ingin korupsi lebih sering dan banyak.

2.Rokok bisa menimbulkan berbagai penyakit seperi kanker, jantung, paru-paru dan sebagainya. Korupsi juga bisa membuat pelakunya jadi lupa diri, sombong, merasa jadi orang kaya baru (OKB) berani menyogok aparat, dan membuat keturunannya ikut-ikutan. Pokoknya merusak mental banget.

3.Baik perokok maupun pelaku koruptor bisa dirawat di rumah sakit dengan bantuan alat pernafasan seperti dalam gambar. Perokok sudah pasti karena penyakit itu memang risikonya. Koruptor, jika kebetulan sakitnya sama dengan si perokok tadi.

4.Sama-sama tak bisa dihilangkan. Terutama di negeri ini. Biar dihimbau seperti apapun, dibayangi sanksi pidana seberat apa pun, merokok dan korupsi terbukti jalan terus. Dengan demikian iklan layanan masyarakat itu percuma saja. Mubazir.

5.Seharusnya upaya menghilangkan kedua hal itu dilakukan sejak dini. Sejak anak-anak diberi contoh untuk tidak merokok dan korupsi. Sanksi terhadap keduanya pun dipertegas. Bukan sekadar menerapkan daerah bebas rokok sementara iklan rokok dibiarkan meneror kehidupan sehari-hari. Bukan sekadar memenjarakan koruptor, namun melakukannya tebang pilih.

Terlepas dari alasan-alasan yang saya paksa jabarkan di atas, iklan tersebut memang berlebihan, terlalu dipaksakan! Iklan rokok bukan iklan yang layak ditiru karena semua orang tahu iklan itu hanya gincu. Membentuk opini berlawanan dari tulisan larangan yang selalu dicantumkan dalam iklan tersebut.

Apalagi ditiru sebagai iklan korupsi, sebuah kejahatan dengan dampak berketurunan. Jangan-jangan iklan tersebut jika divisualisasikan malah akan merangsang masyarakat ikut melakukan korupsi.

Seorang koruptor sekaligus perokok berat mungkin malah akan terpingkal-pingkal melihat iklan itu.

“Kalau mau sakit ya sakit saja. Mengapa menunggu jadi koruptor sekaligus perokok.” Begitu mungkin komentarnya sambil tertawa.

Lagian, kasihan amat orangtua yang jadi bintang iklan tersebut. Belum tentu dia perokok, apalagi koruptor!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline